Kuasa hukum Indira Paramarini, Kuspriyanto berujar, ada dugaan cacat formil dalam penetapan sita eksekusi yang berpotensi merugikan hak-hak ahli waris lainnya.
Salah satu poin yang disorot adalah tafsir keliru terhadap amar putusan Pengadilan Tinggi yang mana menurut kuasa hukum, putusan tersebut seharusnya menginstruksikan Tergugat I dan Tergugat II membagi dan menyerahkan harta warisan, bukan hanya Tergugat I.
Dengan meninggalnya Tergugat I, maka seharusnya Tergugat II yang diberi kesempatan menjalankan perintah tersebut sebelum adanya eksekusi.
Selain itu, Kuspriyanto juga menyebut penetapan konsinyasi diduga cacat formil. Konsinyasi dilakukan berdasarkan permohonan dari suami almarhum Tergugat I, yang menurut hukum bukan ahli waris dan tidak memiliki legal standing.
“Ini menjadi persoalan serius karena aset yang dititipkan ternyata mencakup barang yang bukan bagian dari putusan pengadilan, sehingga terjadi percampuran aset yang tidak semestinya,” kata Kuspriyanto di Hotel Neo+, Jakarta, Selasa, 11 Maret 2025.
Sementara itu, Indira berharap Pengadilan Agama Jakarta Selatan dapat meninjau kembali penetapan tersebut.
"Keputusan yang tidak cermat berpotensi merugikan hak ahli waris yang sah dan menimbulkan ketidakadilan dalam pembagian warisan," ujar Indira.
Ia menegaskan akan mengambil langkah hukum untuk meminta pembatalan penetapan tersebut agar proses hukum dapat berjalan sesuai amar putusan yang benar dan adil bagi semua pihak.
"Saya sudah mengupayakan mediasi dengan jalur kekeluargaan melibatkan ustaz, ahli agama, dan pakar hukum Islam dari UIN Jakarta, tapi tidak berhasil," ungkap Indira.
"Saya tidak tahu niat adik saya, mengapa sangat ngotot membawa perihal waris ini ke meja hijau hingga memutus silaturahmi," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: