Menurut pengamat kebijakan lembaga Universitas Indonesia, Arthur Josias Simon Runturambi, dari hasil ungkap kasus jajaran BNN dan Polri masih mendapati pengedar narkoba yang dikendalikan dari balik jeruji besi.
"Kebanyakan pemindahan narapidana kasus narkoba ini hanya sebatas SOP saja. Sama saja pindahin kenyamanan dari satu lokasi ke Nusakambangan," ujar Arthur kepada wartawan, Senin (9/8).
Ia mengatakan, persoalan itu masih tetap terjadi karena dipengaruhi budaya kerja petugas. Oleh sebab itu, harus ada pembaharuan kebijakan dalam pengelolaan di dalam Lapas.
"Beredarnya barang-barang yang dilarang di dalam Lapas, seperti telepon genggam kaitannya dengan aktor dan konteksnya. Ini menjadi perhatian khusus," lanjutnya.
Keterlibatan itu tidak terlepas dari kelonggaran aturan di setiap masing-masing Lapas. Sehingga, kata dia, wajar jika hal tersebut dimanfaatkan para bandar nakorba untuk mengendalikan bisnisnya dari dalam lapas.
"Di dalam Lapas sendiri tidak ada kepastian cara membedakan antara bandar dan penyalahguna. Kita masuk ke Lapas tidak tahu mana bandar mana penyalahguna," kritiknya.
Untuk itu, melihat efektif atau tidaknya pemindahan narapidana narkoba harus dilihat dari cara bagaimana petugas membedakan status bandar dengan penyalahguna.
"Bagaimana pun kasus narkoba erat hubungannya dengan bandar selaku pengendali," tandasnya.
BERITA TERKAIT: