Joko menjelaskan, Laporan Keuangan Tahunan (LKT) PT TPSF tahun 2017 yang menjadi objek perkara dibuat oleh CFO perusahaan, Sjambiri Lioe. Laporan keuangan juga telah diaudit oleh auditor independen dengan opini WTP, dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan dibahas di Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dalam laporan itu, kata dia, tidak ada korban yang dirugikan atas kesalahan penyajian LKT PT TPSF yang dipermasalahkan tersebut.
"Saya merasa dikriminalisasi yang mulia, dizalimi," kata Joko Mogoginta di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (28/4).
Menanggapi hal tersebut, Ketua Majelis Hakim Akhmad Sayuti meminta terdakwa mempercayakannya kepada majelis hakim untuk menjatuhkan putusan secara benar dan adil.
"Soal kriminalisasi atau bukan itu terbuka di persidangan. Kalau saudara tidak bersalah akan dibebaskan, tapi kalau saudara terbukti (bersalah) ya dihukum," kata Sayuti.
Joko Mogoginta dan Budhi Istanto didakwa melanggar Pasal 90 huruf a Jo Pasal 104 UU Pasar Modal Jo. Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana; Pasal 90 huruf c Jo. Pasal 104 UU Pasar Modal Jo. Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana; Pasal 93 Jo. Pasal 104 UU Pasar Modal Jo. Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana; Pasal 107 UU Pasar Modal Jo. Pasal 55 ayat 1 Ke-1.
Keduanya didakwa atas dugaan kesalahan penyajian pihak berelasi menjadi pihak ketiga dan dugaan penggelembuangan nilai piutang PT TPSF (AISA) atas LKT TPSF 2017.
Joko menjelasakan secara rinci perkara tersebut. Menurutnya, pencatatan enam perusahaan berelasi menjadi pihak sudah terjadi sejak 2011, dan atas laporan keuangan sejak 2011 sampai tahun 2016, organ tertinggi perseroan (RUPS) telah menerima dan tidak mempermasalahkanlaporan Keuangan tesebut.
"Kenapa pada 2017 justru dipermasalahkan oleh komisaris Hengky Koestanto, yang mana dia membuat juga yang dipermasalahkan ini sekarang. Inilah yang disebut kriminalisasi, yang membuat saya duduk di sini (jadi terdakwa)," tegas Joko.
Bahkan, lanjut Joko, pada LKT tahun 2018 pun ketika posisi Direktur Utama dijabat oleh Hengky Koestanto, enam perusahaan distributor tersebut juga ditempatkan sebagai pihak ketiga dengan tambahan catatan tapi tidak dipersoalkan oleh OJK.
Joko Mogoginta selanjutnya menawarkan upaya perdamaian dengan pihak-pihak yang selam ini berseberangan dengannya. "Marilah kita berdamai, karena perdamaian adalah hal yang indah dan terbaik bagi kita semua," katanya.
Senada dengan Joko, Budhi Istianto menilai seharusnya pihak yang bertanggung jawab dalam laporan keuangan PT TPSF adalah Sjambiri Lioe. Pasalnya, Sjambiri merupakan CFO, yang dalam struktur PT AISA setara dengan direktur keuangan.
"Saya juga tidak tahu kenapa Sjambiri tidak mau dicatat di akta perusahaan secara resmi sebagai direktur keuangan. Padahal jelas-jelas CFO memiliki tugas yang sama dengan dengan direktur keuangan. Dan Sjambiri itu juga direkrut langsung oleh Hengky Koestanto," jelas Budi.
Di sisi lain, kuasa hukum terdakwa, Zaid memaparkan soal penggelembungan angka piutang yang dipermasalahkan dalam dakwaan. Menurutnya, sesuai fakta persidangan, peningkatan angka piutang tersebut juga atas inisiatif dari Sjambiri meski awalnya sempat mengelak.
"Setelah dikonfrontir, baru diketahui Sjambiri yang memerintahkan Hartanto untuk melakukan peningkatan piutang keuangan," tegas Zaid.
Zaid juga menegaskan bahwa terdakwa seharusnya tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas laporang keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen sesuai ketentuan POJK 75/2017 Pasal 6 Ayat (1) yang berbunyi: Dalam hal laporan keuangan yang disampaikan telah di audit atau ditelaah secara terbatas, tanggung jawab Direksi atas pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berlaku sampai dengan tanggal pendapat akuntan.
"Kemudian Pak Joko dan Pak Budhi menandatangani laporan keuangan tersebut atas perintah POJK juga, yang memerintahkan direksi menandatangani pernyataan laporan keuangan," tandasnya.
BERITA TERKAIT: