Langkah Kejagung Miskinkan Koruptor Jiwasraya Lewat TPPU Sudah tepat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Senin, 15 Juni 2020, 18:49 WIB
Langkah Kejagung Miskinkan Koruptor Jiwasraya Lewat TPPU Sudah tepat
Ahli TPPU Yenti Garnasih/Net
rmol news logo Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dan Direktur Utama PT Hanson International Benny didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal dari korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (AJS).

Ahli TPPU Yenti Garnasih mendukung langkah Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung memiskinkan Koruptor Jiwasraya lewat dakwaan TPPU. Pasalnya, perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 16,807 triliun.

Menurutnya, langkah tersebut untuk memberikan efek jera karena tidak hanya menyangkut kerugian negara, tetapi juga memberikan rasa keadilan hukum bagi nasib ribuan nasabah yang meminta uangnya untuk dikembalikan.

“Langkah untuk memiskinkan dalam artian merampas kembali uang hasil korupsi, menyita. Nampaknya akan menjerakan ketika uang hasil kejahatan itu ditarik semua kembali ke negara,” ujar Yenti kepada wartawan, Senin (15/6).

Dikatakan Yenti, penerapan TPPU pernah dikenakan tehadap mantan Kepala Korlantas Polri Irjen Djoko Susilo yang tersangkut kasus dugaan korupsi alat simulator SIM yang ditangani KPK.

Begitu juga dengan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishak yang menjadi terdakwa pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.

Dalam Kasus Jiwasraya, lanjutnya, dakwaan JPU dengan UU Korupsi dan TPPU dinilai sudah tepat sebab dengan pendekatan TPPU penyidikan akan lebih leluasa jika dibandingkan dengan hanya penerapan UU Korupsi saja.

“Kalau UU Korupsi ketika penyitaanya tidak optimal, dia hanya memberdayakan uang pengganti gitu kan. Sementara uang pengganti itu ada celah, satu bulan setelah inkrah itu harus dikembalikan dengan denda," jelasnya.

"Dan diperbolehkan untuk menyita harta kekayaannya itu untuk pengembalian, dalam hal harta kekayaan tidak mencukupi, boleh diganti dengan maksimum penjara berapa dua tahun atau tiga tahun, nah itu celahnya,” imbunya.

Yenti menambahkan, pada umumnya para tersangka menyembunyikan uang itu agar tidak bisa disita negara. Mereka lebih memilih untuk pasang badan jika dibandingkan mengembalikan uang setara dengan hasil korupsinya.

“Bahwa tidak cukup hanya memenjarakan tetapi juga merampas kembali semua uang hasil kejahatan sehingga muncul lah pemiskinan itu,” beber Yenti

Dampak dari masih banyaknya harta yang dimiliki para tersangka koruptor diduga bisa dengan leluasa menyuap para penegak hukum, masih bisa hidup mewah setelah bebas penjara, yang akhirnya tidak menjerakan tersangka.

“Nampaknya lebih menjerakan ketika uang hasil kejahatan itu ditarik semua ke negara, selain itu masyarakat dipuaskan dengan uang itu kembali lagi ke negara disamping yang bersangkutan juga dimiskinkan gitu,” ungkapnya.

Pengungkapan skandal Jiwasraya, bagi Yenti, penyidik sejak awal memang harus bekerja keras untuk membuktikan surat dakwaan dua kejahatan sekaligus, korupsi dan TPPU.

Dengan TPPU Penyidik bisa melacak, mentracing kemana aliran uang itu disembunyikan atau kemana saja uang hasil kejahatan itu dipergunakan.

“Berhadapan dengan TPPU, karena-kemana itu untuk apa, letika hasil korupsi untuk beli barang-barang atau untuk beli properti itu TPPU, ditransferkan itu TPPU, untuk apa saja sepanjang itu hasil korupsi itu TPPU ya sebaiknya,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA