Dalam kasus ini, Majelis Hakim Hasanudin hanya memberikan vonis penjara selama 8 bulan kepada dua terdakwa, yaknis Suryadi Wongso dan Yusuf Ngadiman dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Selasa (27/3).
Pihak korban, Adipurna Sukarti mengaku kecewa dengan putusan tersebut. Apalagi kebenaran sudah terang benderang dijabarkan dalam kasus ini.
Hukuman ringan itu, dirasa Adipurna tidak memenuhi unsur keadilan atas perjuangannya selama belasan tahun memperjuangkan tanah miliknya.
"Saya kecewa. Saya ini ditipu, dizolimi sudah lama. Harusnya hukuman yang diterima terdakwa itu lebih berat," ujarnya dalam keterangan tertulis kepada redaksi, Rabu (28/3).
Hal senada diutarakan oleh pengacara korban, M. Soleh. Ia juga mengaku kecewa dengan vonis putusan Majelis Hakim. Menurutnya, semua unsur sudah terpenuhi untuk memberikan vonis berat pada terdakwa.
"Semestinya Jaksa Penuntut Umum (JPU) bisa memberikan tuntutan yang maksimal, sehingga Hakim dapat memberikan vonis yang maksimal juga," jelas Soleh.
Perkara ini bermula ketika Adipurna Sukarti bekerja sama dengan Yusuf Ngadiman dan ayah Suryadi Wongso yaitu Salim Wongso dengan menyertakan modal senilai Rp 8,15 miliar pada tahun 1999. Modal tersebut digunakan untuk membeli tanah seluas 45 hektar di Desa Salembaran Jati, Kosambi, Kabupaten Tangerang.
Adipurna kemudian dijadikan pemegang saham pada PT Salembaran Jati Mulya dengan mendapatkan saham sebesar 30 persen. Sedangkan Ngadiman dan Salim menerima 35 persen per orang. Kepemilikan saham tercantum pada Akta Notaris Elza Gazali nomor 11 tertanggal 8 Februari 1999. Namun selama kerja sama berjalan, korban tidak pernah dibagi keuntungan.
Bahkan Adipurna tidak mengetahui saat Salim Wongso meninggal dunia mewariskan sahamnya kepada putranya Suryadi Wongso pada tahun 2001.
Pada 2008 korban yang menerima informasi bahwa Ngadiman dan Suryadi Wongso telah menjual aset PT Salembaran Jati Mulya. Karena merasa tertipu, Adipurna melaporkan perkara ini ke Bareskrim Mabes Polri.
[ian]