Anggota Komisi IX Irma Suryani menilai, penanganan oleh Badan pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap kasus itu masih kurang tegas. Dalam amatannya, kasus sekadar ditangani secara administratif saja.
"Memang perlu diakui bahwa diketahui adanya kandungan babi karena ada uji sampel periodik yang dilakukan BPOM. Tetapi kelanjutannya dari Divisi Penindakan BPOM hanya baru sampai dalam sanksi administratif dengan berupa penarikan produk saja," jelasnya kepada redaksi, Kamis (15/2).
Padahal, sanksi semacam itu tidak pernah membuat perusahaan jera untuk tidak melakukan hal yang sama.
"Menurut saya harus ada sanksi lebih agar hal serupa tidak terulang," kata Irma.
Lanjutnya, agar menimbulkan efek jera, tidak cukup dengan model penyelidikan internal BPOM.
"Kan penyidikan BPOM hanya selesai di penindakan operasi yang dilakukan oleh BPOM saja. Penuntutan dan penyidikan oleh jaksa tidak dikawal oleh BPOM. Seharusnya, dari penyelidikan BPOM hingga masuk dalam penyidikan dan penuntutan jaksa di pengadilan, BPOM harus tetap mengawal jika kasus semacam ini tidak mau lepas dan tuntas," papar Irma.
Politisi Partai Nasdem itu berpandangan, dalam kasus suplemen Visotin DS dan Enzyplex, perusahaan Pharos yang memproduksi dan mengeluarkan kedua produk telah melakukan pelanggaran hukum kepada BPOM.
"BPOM sudah tidak boleh hanya mengenakan sanksi administratif tetapi harus dikenakan sanksi melalui penuntutan hukum. Ini jelas sudah melakukan penipuan publik. Awal saat mendaftar dengan produk sama tetapi saat dikeluarkan kandungan bahannya berbeda. Ini tidak boleh dibiarkan, masyarakat telah ditipu oleh perusahaan tersebut. Ini penipuan publik, ini tidak bisa hanya dikenakan sanksi administrasi. BPOM harus menuntut secara hukum," tegas Irma.
[wah]
BERITA TERKAIT: