Juru Bicara MK Fajar Laksono mengungkapkan pada 11 januari 2018, Dewan Etik telah menuntaskan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik tersebut dan hasilnya Dewan Etik menyatakan bahwa hakim terlapor terbukti melaporkan pelanggaran ringan terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
"Dewan Etik pun menjatuhi sanksi berupa teguran lisan kepada Arief Hidayat. Selama pemeriksaan oleh Dewan Etik MK, tidak ditemukan bukti-bukti Ketua MK telah melakukan lobi politik demi kepentingannya," kata Fajar kepada wartawan di gedung MK, Jakarta, Selasa (16/1).
Lobi politik yang dimaksud adalah soal pertemuan Arief dengan sejumlah pimpinan dari Komisi III DPR tanpa melalui surat undangan resmi. Pertemuan tersebut diselenggarakan di Hotel Mid Plaza.
"Jadi kehadiran hakim konstitusi tanpa undangan resmi dalam suatu pertemuan dipandang sebagai pelanggaran kode etik. Terkait dengan dugaan lobi politik terhadap hakim terlapor itu tidak terbukti," ungkap Fajar.
Laporan dugaan terjadinya lobi politik antara Ketua MK dengan DPR ini dilaporkan oleh koalisi masyarakat sipil untuk selamatkan MK.
Namun demikian, dalam konfrensi pers hari ini juga diungkapkan jika pelanggaran etik oleh Arief sudah dua kali terjadi.‎ Pada 2016, Arief Hidayat pernah mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK.
Pemberian sanksi itu karena Arief dianggap melanggar etika dengan membuat surat titipan atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk "membina" seorang kerabatnya.
Dalam katebelece yang dibuat Arief itu, terdapat pesan kepada Widyo Pramono agar menempatkan salah seorang kerabatnya dengan bunyi pesan, "Mohon titip dan dibina, dijadikan anak Bapak". Kerabat Arief yang "dititipkan" itu saat ini bertugas di Kejaksaan Negeri Trenggalek, Jawa Timur, dengan pangkat Jaksa Pratama/Penata Muda IIIC.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Etik MK Achmad Rustandi berbeda pendapat. Ia menilai, Arief telah melakukan pelanggaran etik berat mengingat jabatannya sebagai ketua hakim konstitusi
"Karena beliau adalah ketua harusnya jadi teladan. Maka saya usulkan ini ditetapkan dia melakukan pelanggaran berat," ujar Achmad.
"Beliau juga pernah melakukan pelanggaran ini. Hal itu merupakan hal yang memberatkan. Tapi kan harus perhatikan pendapat lain hingga mencapai keputusan bersama. Secara pribadi mudah-mudahan ini jadi pelajaran terakhir supaya tidak ada pelanggaran yang ketiga," demikian Achmad.
[san]
BERITA TERKAIT: