Hal ini dinyatakan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokat Indonesia, H Sutrisno. Seharusnya, dari beberÂapa kejadian penangkapan yang dilakukan KPK terhadap hakim dan panitera pengadilan, ini menunjukkan Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali tidak mampu memberikan pembinaan terhÂadap aparat di bawahnya.
Jadi secara etika, ujar Sutrisno, lebih terhormat bila Ketua Mahkamah Agung mundur dari jabatannya. Hal ini akan memÂbuat masyarakat merasa hormat terhadap sikap ksatria dari Ketua Mahkamah Agung.
Namun kalau sudah beruÂlang kali terjadi penangkapan terhadap oknum hakim dan panitera pengadilan, tapi tidak ada perubahan apa-apa, malahan suap semakin merajalela, ini dapat diartikan, lembaga peraÂdilan dibiarkan langgengnya dan tumbuh suburnya praktik mafia peradilan.
"Kalau Prof Gayus Lumbuun sebagai hakim agung mengetahui yang terjadi di Mahkamah Agung, seharusnya pendapat dia didukung sepenuhnya. Karena sikap itu merupakan upaya agar Mahkamah Agung sebagai benteng terakhir peradilan benar-benar bersih dari praktek suap," ingatnya.
Lebih jauh, Sutrisno menginÂgatkan, bangsa Indonesia butuh badan peradilan yang bersih dari praktek mafia peradilan pada semua tingkatan. Sehingga masyarakat dapat merasakan keadilan. Jangan karena butuh materi menerima suap, nilai-nilai keadilan harus dikorbankan.
Bentuk terus terbongkarnya suap pada lembaga peradilan, lanjutnya lagi, secara tidak langÂsung telah menjatuhkan nama baik negara, termasuk bangsa Indonesia menjadi malu, karena lembaga peradilan menjadi saÂrang praktek mafia peradilan.
"Hingga saat ini, praktek maÂfia peradilan seolah tidak bisa diberantas," tandasnya. ***
BERITA TERKAIT: