Inilah Kejanggalan Putusan Bebas Novanto Versi ICW

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 29 September 2017, 22:29 WIB
Inilah Kejanggalan Putusan Bebas Novanto Versi ICW
Foto: RMOL
rmol news logo Ada sejumlah kejanggalan dalam putusan praperadilan penetapan tersangka Setya Novanto yang dikabulkan oleh Hakim Tunggal Cepi Iskandar.

Begitu dikatakan peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter dalam surat elektronik yang dikirimkan ke redaksi, Jumat malam (29/9).

Menurut dia, setidaknya ada enam kejanggalan proses yang dilakukan oleh hakim. Pertama, hakim menolak memutar rekaman bukti keterlibatan SN dalam korupsi e-KTP.

"Hakim menunda mendengar keterangan ahli dari KPK," jelasnya.

Kejanggalan ketiga, lanjut Lalola, hakim menolak eksepsi KPK. Tak hanya itu, hakim juga mengabaikan permohonan Intervensi dengan alasan gugatan tersebut belum terdaftar di dalam sistem informasi pencatatan perkara.

"Kejanggalan kelima, hakim bertanya kepada Ahli KPK tentang sifat adhoc lembaga KPK yang tidak ada kaitannya dengan pokok perkara praperadilan," terangnya.

Kejanggalan keenam, laporan kinerja KPK yang berasal dari Pansus dijadikan bukti Praperadilan.

"Keenam kejanggalan tersebut adalah penanda awal akan adanya kemungkinan permohonan praperadilan SN akan dikabulkan oleh Hakim Cepi Iskandar, sebelum akhirnya putusan itu dibacakan di hadapan sidang pada Jumat, 29 September 2017," jelas Lalola.

"Salah satu dalil Hakim Cepi Iskandar yang paling kontroversial dalam putusan praperadilan ini adalah, bahwa alat bukti untuk tersangka sebelumnya tidak bisa dipakai lagi untuk menetapkan tersangka lain."

Dengan dalil tersebut, artinya Hakim Cepi Iskandar mendelegitimasi Putusan Majelis Hakim yang memutus perkara KTP-El dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, yang notabenenya sudah berkekuatan hukum tetap. Padahal, putusan dikeluarkan berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti yang cukup dan keyakinan hakim, dan skema tersebut merupakan hal yang biasa dalam proses beracara di persidangan.

Terlepas dari itu, dikabulkannya permohonan praperadilan ini juga tidak bisa dilepaskan dari konteks yang lebih luas, termasuk dengan proses yang berjalan pada Pansus Angket KPK di DPR RI. Putusan praperadilan ini dikhawatirkan akan menjadi dasar bagi Pansus Angket untuk mengeluarkan rekomendasi yang bukan saja kontra-produktif dengan upaya pemberantasan korupsi, tapi juga melemahkan KPK.

"Terlepas dari legalitas perpanjangan masa kerja Pansus Angket KPK, bukan tidak mungkin rekomendasi yang akan dikeluarkan nanti dilakukan juga berdasarkan hasil putusan praperadilan ini," demikian Lalola. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA