Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Dikepung Massa

Jumat, 04 Agustus 2017, 09:53 WIB
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Dikepung Massa
Foto/Net
rmol news logo Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Pontas Efendi didemo massa. Hal itu karena dia diduga kongkalikong dengan pihak Bank DKI terkait pelaksanaan eksekusi pengoson­gan lahan/tanah dan bangunan di Jl. Imam Bonjol, No 44, Menteng, Jakpus milik Daniel Hutapea.

Ratusan orang kemarin mengepung Kantor PN Jakpus yang terletak di Jl. Bungur. Massa mendesak bos PN Jakpus itu menghentikan eksekusi yang akan dilakukan 9 Agustus 2017. "Hentikan eksekusi pengoson­gan lahan sampai ada penetapan pengadilan," teriak seorang ora­tor saat demo di depan Gedung PN Jakpus.

Massa yang menamakan diri Solidaritas Pergerakan Mahasiswa Hukum untuk Keadilan (SPMHK) ini menuntut tiga hal. Pertama, Ketua PN Jakpus harus segera membatalkan Penetapan No. 89/2016.Eks yang cacat hukum itu.

Kedua, Ketua PN Jakpus harus segera menghentikan rencana eksekusi pengosongan sampai gugatan perlawanan tersebut memiliki kekuatan hu­kum tetap. Selain itu, Ketua PN Jakpus harus bertanggungjawab dan segera mengundurkan diri.

Di tempat terpisah, kuasa hu­kum Daniel Hutapea, Muhamad Kadafi mengatakan, pihaknya sudah melaporkan perilaku hakim Pontas Efendi yang juga ketua PN Jakpus ke Komisi Yudisial (KY) terkait dugaan penyimpangan jabatan.

"Kami minta KY sebagai lembaga pengawas pelaksanaan yudisial di Indonesia memeriksa dan mengawasi perilaku Ketua PN Jakpus Pontas Efendi," ungkapnya.

Sebab, pengacara dari Kantor Kadafi & Partners itu menye­butkan, diduga Pontas telah melakukan perbuatan curang dan penyalahgunaan wewenang pengadilan dalam melaksanakan eksekusi pengadilan.

Kuasa hukum Daniel lainnya, A Al Katiri menjelaskan,dalam proses eksekusi pengosongan la­han oleh PN Jakpus banyak ter­jadi kejanggalan dan keanehan. Kata dia, pada 28 Februari 2013 telah terjadi Perjanjian Kredit ber­dasarkan Akta Perjanjian Kredit No 100 antara Daniel Hutapea selaku direktur utama PT. Idee Murni Pratama/IMP (debitur) d Mulyatno Wibowo/direktur pemasaran PT. BANK DKI (kreditur).

Lalu, sambung Al Katiri, Bank DKI menyatakan me­nyetujui permohonan debitur untuk memberikan fasilitas kredit modal kerja sebesar Rp 127.000.000.000. "Faktanya, Bank DKI ingkar janji dan han­ya mencairkan fasilitas kredit modal kerja tersebut sebesar Rp 82.245.000.000. Sisanya Rp 44.755.000.000 tidak pernah dicairkan oleh Bank DKI," paparnya.

Akibatnya, ini berimbas ke­pada terhentinya pembangunan kondotel yang ada di Jl. Jaksa. Hal Ini, jelas Al Katiri, berdampak signifikan terhadap kerugian besar yang diderita PT. IMP. Anehnya, yang melakukan ingkar janji dan tidak memenuhi isi dari perjanjian kredit adalah BANK DKI. Tetapi, tiba-tiba Bank DKI melakukan lelang sepihak terhadap sebidang tanah dan rumah di Jl. Imam Bonjol, No 44 yang merupakan milik pribadi Daniel Hutapea dan bukan aset milik PT. IMP.

Sementara aset pribadi yang telah dilelang Bank DKI terse­but adalah harta bersama atau harta gono-gini dari hasil perkaw­inan antara Daniel dan Ayu TA Siregar. Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 1818/Pdt.G/2016/PA.JS tertanggal 02 Nopember 2016 telah dilakukan sita jaminan oleh Jurusita Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

Tindakan pelelangan sepi­hak dan dinilai sembrono ini jelas dianggap melanggar hu­kum. Ironisnya, pelelangan yang dilakukan Bank DKI ini malah diperkuat oleh Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 19 Januari 2017. Sehingga Penetapan PN Jakarta Pusat tersebut telah mengang­kangi Putusan PA Jakarta Selatan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA