Ahok Susun Sendiri Pledoinya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Senin, 24 April 2017, 16:24 WIB
Ahok Susun Sendiri Pledoinya
Basuki "Ahok" Purnama/net
rmol news logo Terdakwa kasus dugaan penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), memilih menyusun sendiri nota pembelaan (pledoi) yang akan dibacakan besok di persidangan.

Selain menyusun, Ahok juga akan membacakannya sendiri dalam sidang yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara itu. Pembelaan pribadi Ahok akan berbeda dengan nota pembelaan kuasa hukum yang disusun oleh tim.

"Untuk Pak Basuki, dia buat sendiri (pledoi). Kami tim pembela buat bersama-sama," kata kuasa hukum Basuki, I Wayan Sudirta, saat dihubungi wartawan, dikutip RMOL Jakarta, Senin (24/4).

Wayan mengatakan, penyusunan nota pembelaan Gubernur DKI Jakarta itu dilakukan terpisah dengan kuasa hukum.

Pada persidangan pekan lalu, Jaksa Penuntut Umum menuntut Ahok dengan hukuman 1 tahun pidana dengan masa percobaan selama 2 tahun.

Ahok dianggap secara sah melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 156 KUHP tentang penodaan agama.

Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum, Ali Mukartono, menjelaskan alasan pihaknya menuntut 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun adalah perbuatan Ahok dianggap sebagai penyebab keresahan masyarakat.

Ada pula hal yang meringankan. Ahok dianggap mengikuti proses hukum dengan baik, bersikap sopan di persidangan, serta ikut andil dalam proses pembangunan di Jakarta.

Selain itu, JPU menyebutkan nama Buni Yani di poin yang meringankan tuntutan hukuman terhadap Ahok. Buni Yani adalah pengunggah video pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang menyinggung surat Al Maidah 51. Karena menyebarluaskan video itu, Buni kemudian ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran UU ITE.

Ragam tanggapan masyarakat bermunculan. Kelompok pendukung Ahok menganggap tuntutan itu terlalu berat. Apalagi Ahok sebagai terdakwa tidak terbukti melakukan tindakan pidana yang melanggal pasal 156a KUHP sebagai dakwaan primer. Namun demikian, Ahok dinyatakan secara sah dan terbukti melanggar pasal 156 KUHP sebagai dakwaan alternatif.

Bagi Setara Institute, tuntutan JPU yang membebaskan terdakwa dari tuntutan pasal 156a malah menguatkan pandangan bahwa unsur penistaan agama dalam pernyataan Ahok yang menyitir Al Maidah: 51 sesungguhnya sulit dibuktikan.

Sedangkan tokoh Islam nasional, Din Syamsuddin, menyatakan, tuntutan JPU secara kasat mata mengabaikan rasa keadilan rakyat dan menunjukkan secara nyata keberpihakan pemerintah untuk melindungi Ahok. Pengabaian itu sudah terendus sejak pengadilan menunda sidang pembacaan tuntutan dari 11 April menjadi 20 April atau sehari sesudah pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA