Taufik menjelaskan bahwa Jafar menjabat sebagai Ketua Fraksi sekaligus Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai Demokrat.
Taufik mengakui sejumlah pembahasan proyek E-KTP dilakukan di internal fraksinya. Dari pembahasan itu ada kesimpulan akhir mengenai sikap fraksi terhadap proyek E-KTP. Selanjutnya, Jafar selaku Ketua Fraksi dan Kapoksi memberi arahan kepada anggota Fraksi saat pembahasan internal.
"Pada umumnya demikian, karena komandannya pimpinan fraksi. Kalau disepakati harus ditaati," ujar Taufik saat bersaksi di persidangan perkara korupsi pengadaan E-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (23/3).
Sejumlah elite parpol disebut turut kecipratan uang korupsi E-KTP. Salah satunya, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Jafar Hafsah. Hal itu terungkap saat jaksa KPK yang diketuai Irene Putrie membacakan surat dakwaan dua terdakwa korupsi E-KTP, Irman dan Sugiharto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3).
Saat proyek E-KTP bergulir, Jafar selaku Ketua Fraksi Partai Demokrat disebut jaksa menerima uang sebesar 100.000 dolar AS. Uang itu merupakan pemberian Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku rekanan yang biasa menggarap sejumlah proyek di Kemendagri dan Komisi II DPR RI.
"Andi Narogong memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR RI dengan maksud agar Komisi II dan Badan Anggaran DPR RI menyetujui anggaran untuk proyek pengadaan dan penerapan KTP berbasis NIK secara nasional. Kepada Mohammad Jafar Hafsah selaku ketua Fraksi Partai Demokrat sejumlah 100.000 dolar," ungkap jaksa.
Uang itu kemudian digunakan untuk membeli satu unit mobil Toyota Land Cruiser yang bernomor pelat B 1 MJH.
Tak hanya itu, Andi juga memberikan uang kepada Anas Urbaningrum agar anggaran proyek E-KTP dapat disetujui oleh Komisi II DPR. Anas disebut menerima sejumlah 500.000 dolar AS yang diberikan melalui Eva Ompita Soraya. Sebagian uang tersebut digunakan Anas untuk membayar biaya akomodasi Kongres Partai Demokrat di Bandung.
"Pemberian itu merupakan kelanjutan dari pemberian sebelumnya sebesar 2 juta dolar AS yang diberikan melalui Fahmi Yandri," ujar jaksa.
Irman dan Sugiharto dalam kasus ini didakwa merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun. Mereka disebut terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek E-KTP di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013. Selain itu, keduanya terlibat dalam mengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu untuk menjadi pelaksana proyek pengadaan E-KTP.
[ald]
BERITA TERKAIT: