Pasalnya, 90 persen wilayah tersebut diklaim oleh PT Bumi Pari atas dasar sertifikat hak milik yang dikeluarkan BPN Jakarta Utara (Jakut).
"Iya benar. Kita akan laporkan BPN Jakut ke Ombudsman RI. Karena telah menerbitkan sertifikat yang cacat administratif," kata kuasa hukum warga Pulau Pari dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Banten, Tigor Hutapea, Senin (6/3) pagi.
Menurut Tigor, warga menolak klaim atas kepemilikan sertifikat PT Bumi Pari. Warga menduga sertifikat tersebut dikeluarkan dengan cara yang tidak benar oleh BPN Jakut.
Berdasarkan, UU 1/2014, diatur tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil. Dalam UU tersebut, tidak membenarkan kepemilikan pulau secara perorangan termasuk penguasaan sebagaian besar lahan pulau kecil.
"BPN Jakut diduga telah melakukan pelanggaran maladministrasi. Jadi, kami minta sertifikat ini dibatalkan. Sertifikat yang muncul atas nama PT Bumi Pari bermasalah. Bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 2014, UU Agraria dan peraturan pendaftaran tanah," papar Tigor.
Rencananya siang ini pukul 11.00 WIB, warga Pulau Pari mendatangi kantor Ombudsman di Jalan HR Rasuna Said Kav. C19, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Selain Tigor ada beberapa perwakilan dari berbagai pihak termasuk Ketua RT 01 Pulau Pari, Edi Mulyono yang akan mendatangi Ombudsman. Termasuk, perwakilan Forum Peduli Pulau Pari Sahrul Hidayat, Ical dari LAKRI DKI Jakarta, serta Zulpriadi dari Walhi Jakarta.
Sebelumnya, ratusan warga Pulau Pari, sempat melakukan aksi memasang bambu runcing dan bendera merah putih di depan rumah mereka, Minggu (5/3).
Pemasangan bambu runcing dan bendera dilakukan sebagai penolakan privatisasi pulau oleh PT Bumi Pari yang mengklaim memiliki 90 persen seluruh wilayah Pulau Pari.
Bupati Kepulauan Seribu, Budi Utomo sendiri menyatakan jika tidak benar Pulau Pari dimiliki perorangan. Mengingat, 40 persen tanah dimiliki Pemprov DKI.
[wid]
BERITA TERKAIT: