KPK Klaim Pegang Banyak Bukti Dalam Menetapkan Emirsyah Satar Sebagai Tersangka

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 20 Januari 2017, 18:39 WIB
rmol news logo Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif menegaskan pihaknya memiliki banyak bukti dalam menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Amirsyah Satar sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan mesin pesawat Garuda.

Salah satu bukti yang didapat yakni catatan perbankan dan sistem komunikasi yang dilakukan pihak penyedia mesin pesawat Rolls-Royce untuk memberi kick back atau timbal balik dalam keputusan Amirsyah membeli mesin pesawat dari Rolls Royce.

"Banyak bukti-bukti yang relevan untuk penyidikan di KPK. Salah satunya sistem komunikasi yang dilakukan, beberapa catatan perbankan dan lain-lain," ujar Syarif di Kantornya, jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (20/1).

Dia menambahkan bukti-bukti tersebut didapat hasil kerjasam antara KPK dengan lembaga antikorupsi di negara Singapura dan Inggris. Meski demikian, pihaknya tidak bisa membeberkan bukti tersebut diluar pengadilan.

"Bukti-bukti hanya untuk kebutuhan penyidikan dan kebutuhan di pengadilan," elak dia saat dikonfirmasi.

Emirsyah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap terkait pembelian mesin dari Rolls-Royce untuk pesawat Airbus A330-300 milik PT. Garuda Indonesia selama periode 2005-2014. Nilai suap yang diterima Chairman MatahariMall.com itu pun cukup besar, yaitu lebih dari Rp 40 miliar.

Emirsyah diduga menerima suap di Singapura dengan perantara Beneficial Owner Connaught Internasional pte Itd, Soetikno Soedarjo.

Atas perbuatannya, Emirsyah selaku pihak yang diduga menerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara Soetikno Soedarjo selaku pihak yang diduga memberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA