Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, menjelaskan, PP soal ormas asing bukan hal baru dan sudah diatur dalam UU Ormas.
"Ini kan di medsosnya ini nggak fair gitu. Kenapa itu diatur, supaya lebih baik. Dulu ada yayasan kebudayaan Australia, ada yayasan pendidikan Gullen, sudah banyak. Hanya sekarang bukan berarti kita membuat aturan yang (baru), sekarang kita buat aturan yang lebih lengkap, lebih baik, harus ada izin menteri, rekomendasi menteri luar negeri, jadi semua diatur dengan baik. Justru tidak ada aturannya nanti bisa jadi lebih repot nanti kita urusannya. Jadi kita perketat," urai Yasonna, Rabu (14/12).
Dalam PP tersebut, jelas Yasonna, juga memuat sanksi bagi ormas asing yang melanggar Pasal 51 dan Pasal 52 UU Ormas.
Secara terperinci sanksi dimaksud berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan; pembekuan izin operasional; pencabutan izin operasional; pembekuan izin prinsip; pencabutan izin prinsip; dan/atau sanksi keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ditanya lebih lanjut untuk sanksi administratif tersebut pemerintah harus meminta pertimbangan MA, Yasonna pun menggeleng.
"Tidak. Itu dari Menteri Dalam Negeri. Kalau membubarkan harus ada keputusan pengadilan. Jadi UU-nya sudah ada, baru PP ini untuk mengatur supaya teknisnya lebih," terangnya.
"Justru semangat kita adalah merevisi UU ormas, supaya hal-hal yang tidak baik untuk bangsa ini, bertentangan dengan Pancasila, ideologi negara itu bisa kita bubarkan. Mengapa PP ini dibuat demikian? Untuk mengatur lebih rinci, supaya tidak mudah, tidak bisa dibuat sedemikian rupa menjadikan orang tidak sembarang saja," tegasnya, menambahkan.
Namun Yasonna enggan menanggapi ketika disingung soal tujuan PP tersebu untuk mencegah masuknya ormas asing garis keras ke Indonesia.
"Pokoknya kita buat tidak semudah sebelumnya. Pengaturannya lebih rinci," pungkasnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: