Koalisi menilai vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim sangat ringan, seharusnya hakim menjatuhkan hukuman penjara dan denda maksimal sesuai pasal 5 ayat 1 a selama 5 tahun dan 250 juta rupiah karena korupsi yang dilakukan Ariesman Widjaja adalah sebuah Grand Corruption.
Aktivis Walhi yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, Edo, menilai hakim tipikor telah salah memperhitungkan Ariesman pernah berkontribusi terhadap pembangunan Jakarta sehingga meringankan hukuman.
"Justru perbuatan terdakwa itu melakukan suap untuk menghilangkan kontribusi terhadap pembangunan, kontribusi bukan dilakukannya pribadi, namun oleh korporasi," jelas Edo di Jakarta, Jumat, (2/9).
Kontribusi yang dilakukan PT Agung Podomoro Land adalah membangun Rusun dan diduga membiayai penggusuran. Ariesman selama ini menjalankan roda korporasi yang bertujuan hanya untuk menguntungkan korporasi dari proyek reklamasi, yakni untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan hukum dalam bentuk Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Perda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
"Karena itu kami mendesak agar KPK melakukan banding atas vonis Ariesman."
Vonis terhadap Ariesman akan berdampak terhadap Perkara Sanusi sebagai penerima suap, karena itu Koalisi berharap KPK menuntut terdakwa Sanusi dengan hukuman yang maksimal dan hakim menjatuhkan vonis maksimal kepada Sanusi.
"Kami menduga korupsi reklamasi melibatkan banyak pihak, legislatif, eksekutif dan korporasi lainnya, namun 5 bulan berlalu, belum ada perkembangan signifikan dalam kasus ini. Kami menuntut KPK tetapkan tersangka-tersangka baru," kata Edo.
[sam]