Saat media gathering di Tanakita, Sukabumi, Agus masih tak mau menyebutkan kasus besar apa yang akan diungkap komisinya. "Kasusnya siapa, akan segera kami umumkan," ujarnya, Jumat malam (19/8).
Agus sama sekali tak mau memberi bocoran, apakah kasus ini terkait dengan pejabat legislatif, eksekutif, atau yudikatif. "Atau bekas pejabat tinggi? Atau kepala daerah? Atau siapa pak?" cecar wartawan. Agus bergeming, kemudian tertawa kecil. "Ya udah, tunggu saja," katanya, menutup rapat-rapat rahasia itu.
Sebelumnya, Agus sudah mengungkapkan hal itu dalam seminar betajuk "Penguatan Peran Aparat Pengawas Interen Pemerintah (APIP) Dalam Pemberantasan Korupsi," di kantor Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jakarta Pusat, Rabu (10/8). "Banyak kasus besar yang akan kita umumkan segera tersangkanya," seloroh Agus saat itu.
Nah, kemarin, Agus bilang seharusnya dia mengumumkannya pekan ini, tapi tertunda. "Saya cerita kan mudah-mudahan sebentar lagi diumumkan. Agak mundur sedikit dari janji saya. Mungkin baru minggu depan," tuturnya.
KPK sendiri saat ini fokus ke beberapa kasus. Salah satunya penyelidikan perkara yang melibatkan Nurhadi. Menurut Agus, komisi antirasuah itu tengah mempersiapkan "peluru" untuk menjerat eks sekretaris MA ini.
"Jadi kita kan tidak pingin kalah dalam persidangan. Oleh karena itu harus kuat betul bilang kita mau bawa itu. Apalagi kita mengetahui beliau itu orang yang sangat tahu hukum," ungkapnya.
Agus menegaskan, KPK sama sekali tak punya keraguan untuk menyandangkan status tersangka kepada Nurhadi. "Tidak ragu-ragu. Tapi kita ingin memperkuat alat-alat bukti yang sekiranya bisa kami kumpulkan," tegas Agus tanpa mau merinci apa saja alat bukti yang masih perlu dikumpulkan. "Saya nggak bisa ceritakan itu satu-satu," elaknya.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menilai, Ketua KPK bergaya seperti juru kampanye. "Pimpinan KPK yang sekarang adalah politisi, juru kampanye. Terlalu banyak omong, buktinya?" kata Boyamin kepada Rakyat Merdeka, tadi malam. "Mestinya jalan dulu prosesnya, silent, setelah matang baru publish," tambahnya.
Boyamin, yang juga pengacara eks Ketua KPK Antasari Azhar menyebut, di zaman komisi itu dipimpin kliennya, tak pernah ada sesumbar-sesumbar semacam itu. Namun, Antasari cs berhasil mengungkap kasus-kasus yang tergolong kakap.
"Sangat berbeda, beda kelas juga. KPK sekarang hanya memperbanyak OTT. Tapi tidak berani perkarakan kasus yang bersifat strategis dan kebijakan. Contohnya Century, SKL BLBI. Mangkrak," tegas Boyamin.
"Kalau boleh menilai, sekarang ini adalah pimpinan KPK dengan nilai paling rendah jika dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya," tandasnya.
Seperti diketahui, saat ini KPK tengah menangani beberapa kasus besar. Di antaranya, kasus suap raperda reklamasi yang menyeret eks Ketua Komisi D DPRD DKI M Sanusi, eks Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan anak buahnya, Trinanda Prihantoro. Ariesman dan Trinanda sudah menjalani persidangan.
Kasus lain yang tengah ditangani KPK adalah kasus suap proyek Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku-Maluku Utara.
Dalam perkara itu, penyidik telah menetapkan tujuh orang tersangka, tujuh orang itu yakni eks anggota Komisi V DPR dari PDIP Damayanti Wisnu Putranti, anggota Komisi V dari PAN Andi Taufan Tiro, dan anggota Komisi V dari Golkar Budi Supriyanto. Kemudian juga Amran HI Mustary, Dessy A Edwin, Julia Prasetyarini, dan Abdul Khoir.
Damayanti diduga menerima suap sebesar Rp 8,1 miliar. Uang itu diterima Damayanti dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Pemberian uang bertujuan agar Damayanti dapat mengusahakan proyek pembangunan jalan di Provinsi Maluku dan Maluku Utara masuk ke dalam program aspirasi Komisi V DPR yang dicairkan melalui Kementerian PUPR. Kasus ini diyakini bakal menyeret anggota Komisi V lain. Sebab, dalam persidangan, Damayanti menyebut, dalam pembahasan dana aspirasi, anggota Komisi V dapat jatah aspirasi Rp 50 miliar, sementara jatah pimpinan Rp 450 miliar. Sejumlah anggota Komisi V sudah diperiksa KPK.
Kasus lain adalah kasus suap panitera PN Jakut Rohadi. Dia tertangkap tangan menerima suap dari pihak pedangdut Saipul Jamil. Saipul Jamil berperkara di PN Jakut terkait kasus asusila yang dilakukannya. Uang sejumlah Rp 500 juta dibayarkan untuk meringankan hukumannya. Saat tangkap tangan itu, ditemukan uang Rp.700 juta. Diduga, uang itu terkait dengan pengurusan sengketa Partai Golkar. KPK sudah memeriksa Hakim Tinggi Lilik Mulyadi. Lilik adalah bekas Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memutus perkara sengketa kepengurusan Partai Golkar di PN Jakarta Utara. ***
BERITA TERKAIT: