Kepala Biro Perencanaan Anggaran dan Kerja Sama Luar Negeri Kemepupera, Hasanudin, juga pernah diberikan uang sebesar 5.000 dollar Amerika Serikat.
Hasanudin mengungkapkan dirinya menerima uang dari Amran di ruang kerjanya di Kantor Kementerian PUPR, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Saat itu, papar Hasanudin, Amran menyampaikan program usulan dari Gubernur Maluku.
"Kami tanyakan itu uang apa, kata dia (Amran) itu hanya uang operasional untuk lembur," ujar Hasanudin saat memberikan kesaksian untuk terdakwa Damayanti Wisnu Putranti di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta di jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Rabu (22/6)
Lebih lanjut dalam kesaksiannya, Hasanudin mengaku uang tersebut sengaja diletakkan Amran di sebuah meja di ruang kerjanya. Hasanudin mengaku sempat menolak pemberian tersebut, namun Amran tetap meninggalkan uang tersebut di atas meja.
Hasanudin kemudian menyuruh stafnya untuk mengambil uang tersebut, kemudian membagikannya kepada semua staf sebagai uang lembur dan biaya makan para pegawai.
Hasanudin mengakui bahwa uang tersebut seharusnya tidak dapat diterima, karena bertentangan dengan aturan. Dirinya tetap membagikan uang tersebut kepada para staf. Meski demikian, para staf pada akhirnya mengumpulkan uang tersebut dan mengembalikan kepada Amran melalui dirinya.
"Sebenanrnya tidak boleh, tapi kami teruskan sebagai amanah," ungkap Hasanudin.
Sebelumnya, Amran pernah memberikan uang sebesar 10 ribu dolar Amerika Serikat kepada Sekjen Kemenpupera Taufik Widjojono. Taufik mengaku dirinya pernah bercerita mengenai pernikahan anaknya. Hal ini juga yang membuat Amran memberikan uang tersebut.
Menurut Taufik uang itu diberikan atas dasar pribadi Amran untuk membantu keperluan pernikahan anaknya. Meski telah diterima, Taufik mengaku telah mengembalikan uang tersebut kepada Amran sekaligus membuat laporan pengembalian uang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam kasus ini, Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary, diduga memberikan uang kepada sejumlah pejabat di Kementerian PUPR. Uang tersebut diberikan agar program aspirasi anggota Komisi V DPR berupa anggaran untuk proyek pembangunan jalan disetujui oleh Kementerian PUPR.
Uang tersebut diduga berasal dari pengusaha kontraktor yang dijanjikan mendapat pekerjaan pembangunan jalan oleh Amran.
Diketahui, Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary merupakan satu dari tujuh tersangka kasus dugaan suap proyek di Kemepupera tahun anggaran 2016.
Dalam surat dakwaan Direktur PT. Windu Tunggal Utama Abdul Khoir, Amran sempat diberikan uang sebesar Rp13,78 miliar dan 202.816 dolar Singapura Abdul Khoir.
Uang tersebut diduga untuk melancarkan proyek aspirasi anggota Komisi V DPR RI bisa dikerjakan oleh Abdul Khoir.
Dari Amran jugalah, Abdul Khoir diperkenalkan dengan anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti dan anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PAN Andi Taufan Tiro.
[zul]
BERITA TERKAIT: