Berkendara Korupsi
Sampai dengan tahun 2015, pengguna motor di Indonesia mencapai 80 juta. Meskipun penjualannya menurun menjadi hanya 5 juta unit per tahun dibandingkan tahun sebelumnya 7,7 juta unit. Selain itu, terjadi pergeseran selera dari pengguna motor bebek ke motor sport dengan cc yang lebih besar dengan tenaga dan performa lebih baik. Sampai di titik ini, para pelaku ekonomi bisa sangat memahami bahwa pertumbuhan ekonomi membaik.
Hanya saja, hal ini dibarengi dengan kenyataan lain yang mengejutkan. WHO mencatat bahwa Indonesia menjadi negara dengan kecelakaan tertinggi nomor 5 di dunia dengan India di urutan pertama. Tiap tahun, operasi berkendara selalu di adakan. Tidak hanya di kota besar, seluruh daerah sampai lingkup kecamatan pun mendapat perlakuan yang sama. Selama masa operasi ini juga, tidak sedikit yang kedapatan melanggar. Mulai dari pelanggaran ringan sampai dengan berat.
Indonesia mungkin siap menjadi konsumen, namun belum siap berkendara dengan standar yang ada. Maraknya penerabas lampu merah di jalan raya menjadi sorotan khusus bagi saya. Seringkali, kita kemudian menjadi pengendara naif yang diburu mengejar waktu sehingga mengambil jatah 5 detik berhenti untuk tetap melaju.
Time is money, jika 5 detik kita korupsi dan bernilai 5 perak maka dalam satu lampu merah kita merelakan korup dengan jumlah yang remeh temeh. Lebih jauh lagi, betapa murahnya nyawa dengan rasa terburu di dalam diri. Lampu merah adalah lampu merah, dengan logika sederhana bahwa saat lampu kita merah menyala maka lampu sebrang sana masih hijau dan mengizinkan arah bersebrangan melaju. Tentu berbahaya, sangat tidak sebanding dengan kesalamatan yang diinginkan.
Sebuah video pernah menjadi viral di socmed republik ini. Seorang anak kecil dengan berani menendang nendang pengendara yang seenak jidat kemudian melaju di trotoar. Kita menjadikannya idola baru meski sementara. Lagi dan lagi, pengendara menjadi aktor pengambil hak pejalan kaki. Sampai di titik ini, beberapa pengendara motor berkilah dengan sederhana: "kok saya di protes. Kan Cuma trotoar, itu loh yang korupsi ratusan juta juga masih oke oke saja."
Ada yang keliru dengan pemahaman kita mengenai korupsi. Menurut
Black’s Law Dictionary, korupsi merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan keuntungan yang tidak resmi dengan mempergunakan hak-hak dari pihak lain, yang secara salah dalam menggunakan jabatannya atau karakternya di dalam memperoleh suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, yang berlawanan dengan kewajibannya dan juga hak-hak dari pihak lain.
Maka, kita tidak perlu menjadi pejabat atau siapapun berwenang untuk melakukan korupsi. Cukup dengan mempunyai karakter yang gemar mengambil hak lain maka kita sudah menjadi member koruptor. Data dari sumber lain menyebutkan, pelanggaran lalu lintas saat operasi patuh berjalan didominasi usia 26-30 tahun dengan jumlah 5.674 orang dari seluruh pelanggaran lalu lintas dan dari segi profesi di dominasi oleh karyawan/swasta dengan jumlah 18.105 orang dari seluruh pelanggaran lalu lintas 2015.
Dalam skala mikro, sebuah gerakan jujur barengan pernah menjadi jargon di Jogjakarta. Sebagai
outsider pasiv, saya merasa jargon ini pas untuk memberantas karakter korupsi dalam diri manusia. Korupsi adalah kebohongan untuk mencapai keuntungan tertentu. Sekecil apapun itu. Jujur barengan menjadi salah satu budaya tanding untuk melawan: Korupsi yang kini makin menjamur. Lawan setara baginya adalah: Jujur barengan gropyokan anti korupsi.
KPK: Keluarga Penangkal Korupsi
Pertanyaan: benarkah korupsi bagian dari budaya Indonesia? Entah, jika para pelanggar bukan hanya pejabat namun juga kita yang sipil. Bagaimana korupsi menyebar sesungguhnya merupakan kata kunci penting dalam perjalanan bangsa ini. Kita mungkin terbiasa dengan kebohongan kecil dan berkilah dikemudian hari tidak akan menjadi persoalan besar di masa datang. Pernahkah kita, berpikir saat melewati trotoar kita mengambil hak pejalan kaki? Atau lebih jauh, trotoar bertanda kuning biasanya digunakan difabel. Maka dengan menggunakan trotar sama dengan jalan raya, kita sedang mengurangi tingkat keselamatan orang lain?
Korupsi adalah ketidak jujuran. Siswa mencontek, ibu yang mengajari anaknya berbohong bahwa dirinya tidak dirumah padahal ada, ayah yang mengatakan pulang lembur kerja padahal karokean, atau aktivis yang mengatakan sibuk padahal tidur seharian. Kebohongan sepertinya sudah menjadi bagian dari diri. Karakter ini dibentuk oleh keluarga, sebagai satuan terkecil dari masyarakat. Hal ini bisa kita lihat dari fungsi keluarga sebagai fungsi agama, fungsi sosial, dan fungsi pelestari lingkungan.
Sebagai sebuah keluarga, wajib kiranya mengajarkan bahwa sebagai seorang manusia yang paham Tuhan melihat segala tingkah laku kita. Bahwa saat kita berbohong, hanya kita yang tahu-merupakan pemahaman yang salah. Bahwa dalam tataran ikhsan, kita memahami Tuhan tahu dan kelak kita akan mendapat balasan atas apa yang kita lakukan. Sebesar biji zarrah-pun dalam khazanah muslim.
Fungsi sosial keluarga bisa menanamkan kesadaran mencintai alam dan memahami kehidupan sosial. Adalah standar mengatakan kejujuran karena selain tidak memberatkan, kejujuran juga membawa kita ke martabat yang lebih tinggi. Fungsi pelestari lingkungan diharapkan menjadi ujung tombak terbentuknya generasi yang santun, saling mengharga dan tidak mempunyai perilaku menerabas.
Lebih jauh dalam tradisi lokal, pencari nafkah dalam keluarga harus mawas diri. Pasangan, harus berani menanyakan transparansi keuangan jika pendapatan melebihi biasanya. Darimana asal muasalnya, bagaimana prosesnya san sebagainya. Mempunyai keluarga dengan gaya hidup sehat, baik moril maupun materil menjadi life guide mudah menjadi keluarga anti korupsi.
Memahami Korupsi
Korupsi di Indonesia oleh KPK merupakan korupsi yang merugikan negara dengan jumlah fantastis bagi kita. Tapi korupsi oleh kita, membuat jiwa kita terkorosi. Mereduksi jiwa yang suci oleh
illahi. Sedikit dari kita yang memaklumi, bagaimana barang publik yang menjadi privat dianggap hal yang biasa. Mobil dinas digunakan untuk kepentingan pribadi, kita sama sekali tidak bergejolak amarah. Tapi saat kehidupan pribadi seseorang menajdi konsumsi publik, kita menjadi penonton penuh dengan komentar cacian dan makian.
Korupsi, adalah batasan jelas dimana kita tidak mengambil hak orang lain dengan motif tertentu.
[***]
Penulis adalah Sekretaris Lembaga konsultasi Kesejahteraan Keluarga UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dept Sosial Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah.
Artikel ini ditulis dalam rangka Konvensi Antikorupsi PP Pemuda Muhammadiyah 17-19 Juni 2016.
BERITA TERKAIT: