Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris menjelaskan, meski Indonesia sudah punya Undang-Undang Perlindungan Anak selama 14 tahun tetapi pemahaman masyarakat terhadapnya sangat minim. Bahkan, banyak orang tua tidak tahu sama sekali adanya undang-undang tersebut. Sehingga tak heran, kekerasan fisik, seksual, dan psikologis terhadap anak meningkat tiap tahun. Kondisi ini makin diperparah dengan keraguan masyarakat melapor ke pihak berwenang jika di lingkungannya ditemukan indikasi orang tua yang melakukan kekerasan terhadap anak.
"Kita ini sudah punya UU Perlindungan Anak sejak 2002 tetapi sampai saat ini masih banyak masyarakat yang tidak tahu. Banyak orang tua tidak mengerti kalau mereka melakukan kekerasan kepada anak kandungnya sekalipun ada ancaman pidananya. Ini semua karena tidak adanya kampanye anti kekerasan anak yang masif dan kreatif," ujarnya saat rapat dengan Menteri PP dan PA di komplek parlemen, Jakarta (15/6).
Menurut Fahira, nantinya saat Perppu disetujui oleh parlemen, Kementerian PP dan PA harus sudah siap menyosialisasikan konten-konten pentingnya kepada masyarakat.
"Saya belum pernah melihat ada iklan layanan masyarakat yang menggugah publik untuk melawan bersama kekerasan anak seperti yang banyak dilakukan negara lain," katanya.
Selain itu, terbitnya Perppu Kebiri juga harus dimanfaatkan sebagai momentum kampanye anti kekerasan terhadap anak di Indonesia. Agar semua lapisan masyarakat memahami bahwa siapa saja yang melakukan kekerasan terhadap anak apalagi seksual sudah dinantikan oleh hukuman 20 tahun penjara, hukuman seumur hidup, dan hukuman mati.
"Tidak hanya itu, para predator anak ini juga akan dikebiri kimia, identitasnya diumumkan, dan dipasangi alat deteksi elektronik untuk memantau aktivitas dan keberadaan mereka. Buat kampanye masif yang membuat siapa saja tidak berani melakukan kekerasan terhadap anak di negeri ini," tegas Fahira.
[wah]
BERITA TERKAIT: