Pengacara YR, Didit Widjoyanto menilai gugatan pengelola Apartemen Belleza terhadap kliennya sangat aneh dan tidak masuk akal. Harusnya tanpa saksi dan bukti lain pun gugatan ini dapat dinyatakan batal demi hukum.
"Karena angka gugatan Rp 132 juta dari manajemen itu tidak masuk akal. Tadinya Rp 28 juta kemudian akan didiskon 50 persen, tapi kenapa bisa jadi Rp 132 juta. Itu yang tidak bisa diklarifikasi oleh manajemen," katanya di Jakarta, Jumat (12/6).
Ia mengaku keberatan dengan gugatan dari manajemen Belleza, karena mereka tidak menangkal atau menangkis jawaban tergugat (YR) dengan replik. Menurut dia, pihaknya menanggapi gugatan Belleza dengan menanyakan soal angka gugatan Rp 132 juta kepada YR.
"Jawaban kita atas gugatan Belleza ya mempertanyakan 3 x 10 persen x Rp 40 juta bagaimana bisa jadi Rp 132 juta. Berarti ada indikasi pemerasan, mintanya tidak karu-karuan tanpa dasar, itu pemerasan. Kalau menggugat sesuai fakta," jelas dia.
Untuk itu, Didit meminta supaya hakim melaksanakan tugasnya dengan benar, wajar dan masuk akal sesuai fakta yang terjadi serta formalitas yang ada.
"Hakim jangan main mata, gugatan sudah ngawur tapi dikabulkan permohonannya itu ngawur," imbuhnya.
Didit menambahkan kliennya juga telah melaporkan Apartemen Belleza ke Bareskrim Mabes Polri dengan perkara dugaan pemerasan dan penelantaran anaknya sehingga mengalami sakit dan pendidikannya terganggu.
Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam laporan polisi No: TBL/358/V/2015/Bareskrim tertanggal 5 Mei 2015, dengan tuduhan Pasal 368 KUHP serta Pasal 77 dan Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 23/2002 tentang perlindungan anak.
Sementara, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Titik Haryati yang menjadi saksi dalam sidang gugatan ini mengatakan kalau pihaknya sempat meminta kepada manajemen Belleza supaya tidak mematikan listrik unit apartemen milik YR.
"Tapi, tanggal 8 Desember 2014 manajemen tetap mematikan. Padahal, anak-anak YR masih ujian dan saya minta tenggang waktu dimatikannya sampai tanggal 12 Desember 2014. Namun, permintaan saya tidak dipenuhi," jelas Titik.
Menurut dia, Edwin sempat memarahi satpam apartemen karena YR masuk ke ruang pertemuan bersama Titik. Padahal, YR saat itu sudah membawa kwitansi untuk mengklarifikasi tentang jumlah rupiah yang jadi persoalan.
"Jadi bu YR tetap harus bayar good will. Mereka (manajemen) tidak bisa klarifikasi kwitansi cuma bilang ada tapi tak menunjukkan surat tagihan dan jumlah Rp 28 juta itu darimana," katanya.
Akhirnya, kata Titik, YR melakukan transfer uang Rp 2 juta tapi ditolak. Lalu, tanggal 9 Desember 2014 listrik unit apartemen YR dimatikan sehingga anak tetap tidak bisa belajar dengan baik.
"Bahkan, anak sakit batuk dan demam karena tidur di balkon. Kemudian tanggal 26 Desember air dimatikan sehingga unit apartemen tidak bisa ditempati lagi," tandasnya.
[dem]
BERITA TERKAIT: