Demikian klaim Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Irman, usai menjalani pemeriksaan di kantor KPK Jakarta, Senin (14/7). Irman diperiksa sekitar tujuh jam sebagai saksi untuk bekas anak buahnya, Sugiharto, yang dijerat menjadi tersangka.
"Kalau itu (anggaran bocor) tidak ada. Yang dirancang dari jauh adalah grand design-nya, bagaimana supaya program ini jalan dan bisa dimanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan lembaga yang melakukan pelayanan publik," terang dia.
Disebutnya, saat ini sudah banyak lembaga pelayanan publik yang menggunakan data e-KTP, salah satunya adalah Bank Rakyat Indonesia.
"Jadi itu tak perlu lagi mengisi formulir. Ditaruh KTP di alatnya, sudah dipesan di Korea kalau tak salah, 300 unit KTP, bisa keluar buku dan ATM. Itu dengan menggunakan data kita," jelas dia.
Dia membantah ada uang mengalir ke pihak tertentu terkait pengadaan ini. Sejak awal tak pernah ada pembicaraan soal uang.
"Grand Design kita itu bagaimana sistemnya, tahapannya mana yang duluan, bagaimana paketan-paketannya," jelasnya.
Dalam perkara ini KPK telah menetapkan Sugiharto sebagai tersangka yang notabene merupakan bawahan Irman. Ia menjabat Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek itu.
Sugiharto diduga melanggar pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Pemenang pengadaan e-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaput yang mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun Tahun Anggaran 2011 dan 2012.
[ald]
BERITA TERKAIT: