Di berbagai kota, aksi berlangsung ricuh. Di Marseille, pengunjuk rasa mencoba menduduki stasiun kereta api utama namun dibubarkan polisi. Di Rennes, sebuah bus dibakar, sementara di Bordeaux, jalur trem sempat diblokir.
Kementerian Dalam Negeri melaporkan ada lebih dari 800 aksi protes di seluruh negeri, dengan sekitar 175 ribu orang terlibat. Polisi menangkap lebih dari 330 orang, termasuk 106 di Paris.
Gerakan bernama Bloquons Tout atau Let’s Block Everything berada di balik aksi ini. Kelompok ini sudah lama menyerukan blokade massal, namun kemarahan makin meluas setelah pemerintah mengajukan rencana penghematan yang dianggap hanya menguntungkan kalangan kaya.
Bagi Lecornu, sekutu dekat Macron, kondisi ini menjadi ujian pertama. Ia harus membentuk pemerintahan yang kuat di parlemen yang sangat terpecah. Namun, oposisi sudah menyatakan penolakan.
“Rakyat Prancis mengharapkan perubahan. Sebastien Lecornu di Matignon sama saja dengan Emmanuel Macron di Matignon,” kata Olivier Faure, pemimpin Partai Sosialis, dikutip dari New York Times, Jumat 12 September 2025.
Faure juga menegaskan partainya tidak akan bergabung dengan pemerintahan.
Dari kubu kiri, Manuel Bompard (France Unbowed) bahkan berjanji akan langsung mengajukan mosi tidak percaya pada sidang pertama parlemen.
Beberapa pengamat meragukan Lecornu bisa bertahan lama.
“Akan menjadi sebuah keajaiban jika dia berhasil,” ujar Zaki Laidi, analis politik dari Sciences Po Paris.
Gerakan Let’s Block Everything sendiri muncul dari dunia maya pada Mei lalu, ketika kelompok sayap kanan menyerukan “penutupan negara” pada 10 September. Aksi ini makin meluas setelah Bayrou mengajukan anggaran penghematan pada pertengahan Juli.
Banyak yang khawatir gerakan ini akan berkembang seperti Rompi Kuning pada 2018, yang juga lahir dari media sosial dan berujung pada protes kacau selama berbulan-bulan, hingga pemerintah kala itu harus menggelontorkan hampir 20 miliar Dolar AS untuk meredakannya.
Seperti Rompi Kuning, Let’s Block Everything juga tidak memiliki pemimpin resmi atau saluran komunikasi yang jelas.
Menurut survei Yayasan Jean-Jaures, sebagian besar peserta gerakan Let's Block Everything berasal dari kalangan simpatisan sayap kiri ekstrem. Mereka umumnya terdidik, sangat aktif secara politik, dan penuh amarah.
"Rasa tidak percaya yang begitu besar terhadap institusi kekuasaan membuat mereka menganggap otoritas yang ada tidak lagi sah," menurut survei tersebut.
BERITA TERKAIT: