Dalam pernyataan resmi yang dirilis Minggu pagi, 27 Juli 2025, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan bahwa penerjunan bantuan telah dilakukan baru-baru ini dan mencakup tujuh paket berisi tepung, gula, serta makanan kaleng.
"Pengiriman bantuan dilakukan dengan koordinasi bersama organisasi-organisasi internasional dan dipimpin oleh COGAT," ujar IDF, merujuk pada badan militer Israel yang menangani urusan sipil di wilayah pendudukan Palestina.
IDF juga merilis sebuah video yang diklaim menunjukkan pesawat militer menjatuhkan bantuan ke wilayah Gaza, meskipun rekaman itu belum diverifikasi secara independen.
Langkah ini diambil menyusul tekanan internasional yang kian meningkat terhadap Israel agar membuka akses kemanusiaan ke Gaza, tempat sekitar dua juta penduduk mengalami kekurangan pasokan makanan dan air sejak perang dimulai.
Meskipun demikian, militer Israel membantah tuduhan bahwa mereka sengaja menciptakan kelaparan massal.
"Kami menolak klaim palsu tentang kelaparan yang disengaja di Gaza," tegas IDF, seperti dimuat
BBC.
Israel sebelumnya juga telah menyatakan kesiapannya untuk membuka koridor kemanusiaan dan menerapkan "jeda kemanusiaan di daerah-daerah padat penduduk".
IDF mengklaim telah memulihkan pasokan listrik ke salah satu pabrik desalinasi utama di Gaza yang akan melayani sekitar 900.000 penduduk.
Namun, langkah-langkah tersebut dipandang belum cukup oleh komunitas internasional dan badan-badan bantuan.
Kepala UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina, Philippe Lazzarini, menyebut penerjunan udara sebagai solusi yang tidak tepat.
"Pengiriman bantuan melalui udara mahal, tidak efisien, dan bahkan dapat membunuh warga sipil yang kelaparan jika tidak dilakukan dengan tepat," ujarnya.
Lazzarini juga mengungkapkan bahwa lebih dari 6.000 truk bermuatan bantuan saat ini tertahan di perbatasan Yordania dan Mesir, menunggu izin masuk ke Gaza.
"Kami mendesak Israel untuk mencabut pengepungan, membuka gerbang, dan menjamin akses yang aman dan bermartabat bagi orang-orang yang membutuhkan," tegasnya.
Kekhawatiran serupa disuarakan oleh warga Gaza. Seorang penduduk di Gaza utara mengatakan kepada BBC bahwa metode penerjunan udara justru berisiko tinggi.
"Bantuan bisa jatuh di atas tenda-tenda dan menyebabkan cedera serius, bahkan kematian," ujarnya.
Sementara itu, krisis kemanusiaan di Gaza terus memburuk. Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas melaporkan bahwa dalam beberapa hari terakhir, setidaknya 125 orang, termasuk 85 anak-anak, telah meninggal akibat kekurangan gizi.
Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menggambarkan situasi ini sebagai "kelaparan massal buatan manusia".
Israel dan sekutunya, termasuk Amerika Serikat, juga mendukung Gaza Humanitarian Foundation (GHF) untuk menyalurkan bantuan ke wilayah tersebut. Namun, sejak beroperasi akhir Mei, organisasi itu juga dikaitkan dengan insiden mematikan.
Laporan menyebut warga Palestina terbunuh saat berkerumun di titik distribusi bantuan. Saksi mata menyalahkan pasukan Israel, namun IDF mengklaim hanya melakukan tembakan peringatan dan menyalahkan Hamas atas kekacauan yang terjadi.
Israel memulai perang di Gaza sebagai respons atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 lainnya di wilayah Israel selatan. Sejak itu, lebih dari 59.000 orang dilaporkan tewas di Gaza, menurut otoritas kesehatan lokal.
BERITA TERKAIT: