Trump Ultimatum Rusia: Akhiri Perang dalam 50 Hari atau Kena Sanksi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/hani-fatunnisa-1'>HANI FATUNNISA</a>
LAPORAN: HANI FATUNNISA
  • Selasa, 15 Juli 2025, 09:34 WIB
Trump Ultimatum Rusia: Akhiri Perang dalam 50 Hari atau Kena Sanksi
Presiden Amerika Serikat Donald Trump/Net
rmol news logo Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengeluarkan ultimatum tegas kepada Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina dalam waktu 50 hari atau menghadapi sanksi ekonomi baru yang sangat berat.

Pernyataan tersebut disampaikan Trump dalam konferensi pers bersama Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte di Gedung Putih pada Senin waktu setempat, 14 Juli 2025.

Dalam pertemuan itu, Trump menegaskan ketidakpuasan Washington terhadap tindakan Rusia yang terus melanjutkan agresi militernya terhadap Ukraina.

“Kami sangat, sangat tidak puas dengan Rusia,” tegas Trump di hadapan wartawan, seperti dimuat Reuters.

Trump menyatakan bahwa jika Rusia gagal menghentikan perang dalam tenggat waktu 50 hari, pemerintahannya akan memberlakukan tarif sekunder sebesar 100 persen terhadap negara-negara yang masih menjalin hubungan dagang dengan Moskow.

“Kami akan menerapkan tarif yang sangat ketat jika tidak mencapai kesepakatan dalam 50 hari, dengan tarif sekitar 100 persen,” ujarnya.

Langkah ini bertujuan untuk sepenuhnya melumpuhkan kemampuan Rusia bertahan dari sanksi Barat yang sudah berlaku selama tiga tahun terakhir.

“Itu akan menjadi tarif sekunder yang menargetkan mitra dagang Rusia yang tersisa,” tambah Trump.

Dalam kesempatan yang sama, Trump dan Rutte mengumumkan kesepakatan strategis antara NATO dan Amerika Serikat terkait pengadaan senjata bagi Ukraina. 

Kesepakatan ini mencakup pembelian sistem pertahanan udara canggih, termasuk baterai rudal Patriot, dari Amerika Serikat untuk kemudian disalurkan langsung ke medan perang Ukraina.

“Peralatan militer senilai miliaran dolar ini akan dibeli dari Amerika Serikat, untuk NATO dan itu akan segera didistribusikan ke medan perang,” kata Trump.

Kebijakan baru ini menandai pergeseran sikap Trump terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin. 

Setelah sebelumnya mencoba membangun kembali hubungan dengan Moskow sejak dilantik untuk masa jabatan keduanya pada Januari lalu, Trump kini menunjukkan ketidaksabaran dan kemarahan terhadap Putin karena tidak menghentikan invasi.

“Saya tidak ingin mengatakan dia seorang pembunuh, tetapi dia orang yang tangguh,” ucap Trump tentang Putin.

Langkah tegas ini menyusul kekhawatiran di Kyiv bahwa Trump mungkin akan meninggalkan Ukraina dalam konflik. 

Namun, sinyal terbaru menunjukkan bahwa Washington di bawah kepemimpinan Trump tetap berkomitmen pada pertahanan Ukraina.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, usai bertemu utusan khusus Trump, Keith Kellogg, menyampaikan apresiasinya atas dukungan terbaru dari AS.

“Kami membahas penguatan pertahanan udara Ukraina, produksi bersama, dan pengadaan senjata pertahanan bekerja sama dengan Eropa,” tulis Zelensky di media sosial.

“Saya berterima kasih kepada Presiden Trump atas sinyal dukungan penting dan keputusan positif bagi kedua negara kita," tambahnya.

Sementara itu, situasi di medan perang Ukraina terus memanas. Pasukan Rusia pada hari yang sama mengklaim telah merebut dua desa strategis di wilayah Donetsk dan Zaporizhzhia. 

Serangan udara dan rudal Rusia juga menewaskan sedikitnya tiga warga sipil di Kharkiv dan Sumy, menurut otoritas setempat.

Di tengah tekanan militer dan politik yang meningkat, Zelensky mengumumkan rencana perombakan kabinet, dengan mengusulkan Menteri Ekonomi Yulia Svyrydenko sebagai calon perdana menteri baru.

“Ukraina sedang menghadapi masa krusial,” tulis Svyrydenko melalui akun resmi media sosialnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA