Menurut ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin,
kondisi AS tersebut berpotensi memberikan dampak negatif bagi
perekonomian Indonesia. Apa yang terjadi di AS tidak terlepas dari
kebijakan tarif resiprokal yang dikenakan Presiden Donald Trump terhadap
sejumlah negara mitra.
“AS mengalami deindustrialisasi sejak
lama. Kebijakan tarif Presiden Donald Trump, yang diharapkan membantu,
justru makin memperburuk situasi,” kata Wijayanto kepada
RMOL, Jumat, 4 Juli 2025.
Wijayanto menyoroti
nasib Del Monte, salah satu dari ratusan perusahaan AS yang mengajukan
pailit. Perusahaan yang memiliki fasilitas produksi di Indonesia itu
ikut terancam menghadapi gangguan bisnis.
“Del Monte punya operasi di Indonesia, tentu saja akan berdampak bagi ekonomi kita, kendatipun dengan brand lain” ujarnya.
Di
sisi lain, kondisi manufaktur Indonesia sendiri tengah memasuki fase
kritis. Data Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur dalam negeri
tercatat turun tiga bulan beruntun ke level 46,9 pada Juni 2025.
Kondisi ini, menurut Wijayanto, mengindikasikan adanya tren deindustrialisasi yang sedang dialami Indonesia.
“PMI
kita anjlok dan menjadi berita yang sangat buruk. Dikhawatirkan ini
akan berdampak pada
supply lapangan kerja formal,
pada saat yang bersamaan menekan penerimaan pajak yang saat ini sedang
limbung (tidak stabil),” kata Wijayanto.
Penyusutan sektor
manufaktur terhadap PDB Indonesia bisa terjadi lewat beberapa fenomena
yang sudah mulai terlihat jelas, seperti perusahaan dalam negeri enggan
ekspansi, gulung tikar, lebih memilih investasi di luar negeri, hingga
seretnya investasi asing ke sektor manufaktur.
“Tanpa respons
cepat dan tepat, pertumbuhan ekonomi akan makin terpuruk, dan target 5
persen makin jauh dari kenyataan,” tandasnya.
BERITA TERKAIT: