Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Mahfud MD menyebut kesepakatan maritim pada joint statement Prabowo dan Xi memicu kontroversi karena memunculkan kata overlapping claims, klaim tumpang tindih.
Dia menjelaskan bahwa klaim tumpang tindih hanya ada di Laut China Selatan dan Indonesia tidak pernah menjadi negara penggugat. Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka RI secara tidak langsung mengakui klaim Tiongkok atas kawasan tersebut.
Natuna Utara juga dalam bahaya karena wilayah itu diklaim masuk dalam klaim 10 garis putus-putus Tiongkok.
"Joint statement Prabowo dan Xi Jinping menciptakan masalah baru, berarti sekarang Indonesia sudah mengakui overlapping claims," ungkapnya dalam sebuah video yang diunggah di kanal Youtube Mahfud MD Official pada Selasa, 12 November 2024.
Merespons bantahan Kementerian Luar Negeri RI soal pengakuan 10 garis putus-putus Tiongkok, Mahfud menilai mungkin memang pemerintahan Prabowo sedang berusaha mencari jalan alternatif untuk menyelesaikan sengketa di Laut China Selatan.
"Mari kita berprasangka baik mungkin pak Prabowo ini ingin mencari terobosan, daripada macet-macet terus nggak jelas mungkin dalam lima tahun ke depan ini bisa menjadi jelas, mungkin. Itu bukan berarti mengakui klaim China, karena dalam joint statement itu tidak menyebutkan nama tempat," ujarnya.
Meski Prabowo menjalin kerja sama bilateral untuk menyelesaikan sengketa Laut China Selatan, menurut Mahfud Indonesia tetap tidak bisa mengubah klaim mereka karena bertentangan dengan hukum internasional.
"Tetapi tidak bisa Indonesia mengakui klaim China ada nine dash line. Menurut hukum internasional PBB suatu negara tidak boleh mengubah klaim yang telah ditetapkan sebelumnya," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: