Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengatakan bahwa konflik antara Iran dan Israel dapat mempengaruhi pasokan dan melonjaknya harga minyak dunia.
“Ketika ada perang di Timteng maka yang dikhawatirkan adanya keterbatasan supply minyak karena perang orang mau ekspor sulit,” kata Esther dalam Diskusi Publik Ekonom Perempuan Indef virtual, pada Sabtu (20/4).
Esther menjelaskan bahwa Timteng sendiri merupakan salah satu produsen minyak terbesar di dunia, di mana Indonesia sendiri bergantung pada pasokan minyak dengan kebutuhan 3,45 juta barel per bulan.
Sehingga perang tersebut diyakini dapat membuat harga transportasi meningkat, hingga berdampak pada kenaikan harga barang.
“Ketika supply terbatas maka ada kenaikan harga minyak, padahal kita tau itu komponen dari biaya transportasi dan kalau itu naik maka hal ini akan berdampak kenaikan harga barang,” jelasnya.
Menurut Esther, saat ini konflik itu sendiri tengah mempengaruhi pelemahan mata uang rupiah yang kini bertengger di atas Rp16.000 per dolar AS.
Pelemahan itu, kata Esther, diprediksi akan berdampak pada kenaikan pengeluaran ibu rumah tangga Indonesia akibat lonjakan harga bahan pokok impor.
Pasalnya sejumlah bahan pokok seperti beras, tempe, maupun kacang kedelai yang menjadi kebutuhan sehari-hari para IRT itu mayoritas diperoleh melalui impor.
“Beras, tempe, soybean dari juga merupakan impor dan lain lain. Nah ini kalau untuk ibu-ibu pasti kalau harga-harga di pasar naik, pasti kan teriak-teriak ya,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: