Arah kebijakan luar negeri Prabowo menjadi sorotan, khususnya pada konflik Laut China Selatan yang kembali menegang dalam beberapa waktu terakhir.
Bagi Indonesia, sengketa Laut China Selatan menjadi salah satu masalah keamanan terpenting, karena berpotensi memicu konflik yang lebih besar antara China dengan kekuatan besar seperti Amerika Serikat.
Peneliti senior di Pusat Kebijakan Laut Berkelanjutan di Universitas Indonesia, Aristyo Rizka Darmawan menilai sosok Prabowo sebagai pemimpin yang penuh persiapan, guna mengurangi potensi risiko di masa depan.
“Narasi Prabowo mengenai Laut China Selatan lebih kepada bagaimana kita (harus) memiliki kapasitas pertahanan yang kuat,” ujarnya, seperti dikutip dari
Eurasia Review pada Selasa (20/2).
Aristyo memperkirakan Prabowo mungkin akan berfokus pada pembangunan kekuatan angkatan laut sebagai alat pencegah di perairan sekitar kepulauan Natuna.
"Kemampuan pertahanan dan maritim TNI Angkatan Laut penting. Dengan strategi seperti itu, kemungkinan besar Prabowo akan menerapkan kebijakan yang lebih tegas di Laut Natuna Utara,” jelasnya.
Kendati demikian, menurut Aristyo, menciptakan perdamaian di Laut China Selatan tidak cukup hanya dengan memperkuat pertahanan militer.
Prabowo juga harus ikut menyukseskan upaya diplomatik melalui rancangan perjanjian Kode Etik (COC) di Laut China Selatan.
Muhammad Zulfikar Rakhmat, peneliti di National University of Singapore (NUS), mengatakan bahwa mantan jenderal tersebut kemungkinan akan mendorong kebijakan luar negeri Indonesia menjadi lebih tegas dan independen.
Dengan latar belakang militernya, Prabowo diyakini akan memprioritaskan penguatan kemampuan militer Indonesia di perairan yang disengketakan.
“Kemenangan beliau dalam pemilu mungkin mengarah pada kalibrasi ulang pendekatan Indonesia terhadap masalah Laut China Selatan dan keamanan regional,” ungkapnya.
Zulfikar menilai pendekatan Prabowo dengan China tidak akan melebihi kepentingan nasionalnya, sehingga kerjasama bilateral dan regional masih mungkin ditempuh.
“Prabowo mungkin akan mengadopsi pendekatan pragmatis, berupaya menyeimbangkan hubungan Indonesia dengan China dan Amerika Serikat untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri," tambahnya.
Sementara itu, seorang analis militer dan profesor studi politik dan keamanan di Universitas Padjadjaran bernama Muradi, menilai Prabowo tidak akan memberikan gagasan baru terkait kasus Laut China Selatan.
“Yang jelas politiknya akan lebih fokus pada urusan dalam negeri. Inilah ciri-ciri prajurit yang lahir dan besar di era Perang Dingin,” kata Muradi.
BERITA TERKAIT: