Menurut laporan kantor berita
RIA Novosti pada 23 Juni lalu, uji coba tersebut berhasil menunjukkan operabilitas dan keamanan dari torpedo tersebut.
"Mereka siap untuk bekerja sebagaimana dimaksud," tulis
RIA Novosti, seperti dikutip
Newsweek, Senin (10/7).
Keberadaan super-torpedo Poseidon bocor ke media internasional pada 2015 sebelum diumumkan secara resmi pada 2018.
Layanan Riset Kongres (CRS) pada Maret 2022 mencatat, Moskow bermaksud agar Poseidon, yang dapat membawa hulu ledak konvensional dan nuklir, menjadi opsi serangan balasan yang menargetkan kota-kota di Amerika Serikat (AS).
Media Rusia menyebut torpedo nuklir ini mampu menyebabkan tsunami ketika diluncurkan.
Dalam pidatonya pada Maret 2018, Presiden Vladimir Putin mengatakan Rusia telah mengembangkan kendaraan kapal selam tak berawak yang dapat bergerak dengan kecepatan beberapa kali lebih tinggi daripada kecepatan kapal selam.
“Mereka tenang, sangat bermanuver dan hampir tidak memiliki kerentanan untuk dieksploitasi musuh. Tidak ada apa pun di dunia ini yang mampu menahan mereka," ujar Putin ketika itu.
Torpedo yang juga dikenal sebagai "Status-6" atau "Kanyon" ini memiliki panjang 20 meter dan diameter 1,8 meter, dengan berat sekitar 100 ton.
Sidharth Kaushal, seorang peneliti untuk kekuatan laut dan pertahanan rudal di think tank Royal United Services Institute, mengatakan senjata itu dapat memiliki jangkauan setidaknya 10 ribu kilometer.
Kantor berita negara Rusia,
TASS, pada Januari 2019 melaporkan, Angkatan Laut Rusia akan menempatkan sekitar 32 drone Poseidon untuk tugas tempur di empat kapal selam, dengan masing-masing kapal membawa delapan torpedo Poseidon.
BERITA TERKAIT: