Hal itu dikemukakan oleh Asian Institute for China and IOR Studies (AICIS) dalam laporannya yang dipublikasikan, seperti dikutip dari
ANI News pada Jumat (12/5).
Tahun lalu Jepang mengumumkan akan menggandakan pengeluaran militernya dalam lima tahun ke depan dan memperoleh kemampuan untuk menyerang pangkalan musuh.
Keputusan Jepang mendapat kecaman dari Menteri Luar Negeri China Qin Gang. Menurutnya, tatanan internasional pasca perang harus dipertahankan karena dikhawatirkan akan merusak stabilitas kawasan.
Tetapi laporan AICIS menunjukkan adanya alasan lain di balik kekhawatiran China terhadap peningkatan kekuatan militer Jepang.
Disebutkan bahwa itu berkaitan erat dengan Taiwan, yang lokasi negaranya cukup dekat dengan Jepang.
Narasi berbunyi "Taiwan perlu dijaga untuk keselamatan Jepang" kerap ditekankan secara berulang oleh pemerintah Tokyo.
Bersamaan dengan itu, Jepang juga meningkatkan anggaran militer 26 persen dari sebelumnya menjadi 6,8 triliun yen atau Rp 744 triliun.
Sebuah Strategi Pertahanan Nasional (NSS) yang baru juga diluncurkan di mana Jepang berambisi memiliki senjata dengan kemampuan menyerang pangkalan musuh jarak jauh.
Dengan melihat fakta tersebut, China merasa Jepang akan sangat merusak kemampuan pertahanannya jika konflik benar-benar terjadi di Taiwan.
Beberapa peneliti di AICIS juga berpendapat bahwa Jepang kemungkinan akan mendukung pasukan AS untuk mempertahankan Taiwan.
Jika Cina menginvasi Taiwan, ada ketakutan bahwa PLA juga dapat menyerang pangkalan militer AS di Okinawa, sehingga secara otomatis menyeret Jepang ke dalam perang.
BERITA TERKAIT: