Ulah mereka membuat sesi sidang kongres yang sedang melakukan sertifikasi kemenangan Joe Biden sebagai presiden Amerika Serikat terpilih dalam pemilu 2020 lalu menjadi terganggu. Para anggota kongres pun terpaksa dievakuasi ketika massa mulai mengacau di dalam Capitol Hill.
Meski pada akhirnya petugas keamanan berhasil mengendalikan situasi, namun sedikitnya empat nyawa melayang akibat kejadian tersebut. Dan citra Amerika Serikat sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, menjadi tanda tanya besar.
Hal ini tidak terlepas dari sikap Trump yang secara terang-terangan enggan mengakui kemenangan Biden dalam pemilu.
Buntut dari kejadian tersebut, Partai Republik, tempat di mana Trump bernaung dalam payung politik, menjadi seakan jaga jarak dengan Trump.
"Partai Republik berusaha membuktikan bahwa mereka miliki harga diri dan martabat dalam politik. Tapi mereka memiliki Trump yang pada akhirnya merusak Republikan itu sendiri," ujar Research Fellow dari Loyola University Chicago Amerika Serikat, Ratri Istania kepadai
Kantor Berita Politik RMOL baru-baru ini.
Dia menjelaskan bahwa sejak pemilu presiden Amerika Serikat November 2020 lalu, di mana Trump kalah dari Biden, banyak orang-orang di Republik yang menjauhkan diri dari Trump. Terutama setelah Trump menolak mengakui kekalahannya dan mengajukan sejumlah gugatan ke pengadilan serta menggaungkan retorika kepada publik bahwa
electoral vote telah dicuri.
"Mereka tidak mau disangkutpautkan dengan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Trump pasca pemilihan presiden kemarin," terang Ratri.
"Yang terlihat saat ini adalah bahwa Trump hanya mewakilkan dirinya sendiri," tambahnya.
Agaknya komentar tersebut tidak berlebihan. Media terkemuka Amerika Serikat,
The New York Times menulis bahwa Trump bukan hanya menginspirasi massa untuk menyerbu Capitol Hill, tapi juga membawa Partai Republik mendekati titik puncaknya.
Partai Republik sangat terpecah sehingga banyak yang bersikeras bahwa mereka harus sepenuhnya melepaskan diri dari Trump untuk bangkit kembali.
Sejak saat itu, kritik dari sesama Republikan bagi Trump semakin gencar di publik.
Mantan gubernur New Jersey yang merupakan Republikan pertama yang mendukung Trump, Chris Christie bahkan secara terang-terangan menunjuk hidung Trump.
"Tingkah lakunya selama delapan minggu terakhir telah merugikan negara dan sangat merugikan partai," ujarnya.
Dia menekankan bahwa Partai Republik harus memisahkan pesan dari "pembawa pesan" semacam itu.
Media lain,
Politico pada Jumat (8/1) mengutip peryataan dari senator Republik Tom Cotton yang merupakan salah satu pendukung setia Trump. Secara terang-terangan dia mengatakan bahwa sudah lewat waktu bagi presiden untuk menerima hasil pemilihan.
"Berhenti menyesatkan rakyat Amerika, dan menolak kekerasan massa!," ujarnya.
Senada dengan Cotton, senator Republik lainnya, Roy Blunt mengatakan bahwa dia tidak ingin mendengar apa-apa lagi dari Trump.
"Itu adalah hari yang tragis dan dia (Trump) adalah bagian dari itu," tambahnya.
Kritik tajam lainnya juga datang dari Ketua Konferensi Partai Republik di DPR, Liz Cheney.
“Tidak diragukan lagi bahwa presiden yang membentuk massa, presiden menghasut massa, presiden berbicara kepada massa. Dia menyalakan apinya†kata Cheney.
BERITA TERKAIT: