Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pasca Pembunuhan Keji Seorang Guru, Mendagri Prancis Siap Bubarkan 50 Asosiasi Komunitas Muslim

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Selasa, 20 Oktober 2020, 06:39 WIB
Pasca Pembunuhan Keji Seorang Guru, Mendagri Prancis Siap Bubarkan 50 Asosiasi Komunitas Muslim
Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin/Net
rmol news logo Pihak kepolisian Prancis terus melakukan penyelidikan lanjutan atas kasus pembunuhan seorang guru sejarah bernama Samuel Paty (47) yang terjadi pada Jumat (16/10) lalu, yang dilakukan oleh seorang remaja berusia 18 tahun asal Chechnya.

Dalam langkah lanjutannya, sumber polisi mengatakan bahwa mereka telah menggerebek sejumlah asosiasi Islam dan orang asing yang dicurigai ekstremis pada Senin (19/10).

Pembunuh berusia remaja itu melakukan aksinya diduga karena ingin membalas penggunaan karikatur Nabi Muhammad oleh korbannya di kelas yang membahas tentang kebebasan berekspresi untuk anak berusia 13 tahun. Sementara umat Muslim percaya bahwa penggambaran Nabi adalah sebuah penghujatan.

Banyak tokoh masyarakat menyebut pembunuhan itu sebagai serangan terhadap Republik dan nilai-nilai Prancis.

Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin mengatakan ada sekitar 80 penyelidikan yang dilakukan terkait kebencian online dan dia sedang mempertimbangkan apakah akan membubarkan sekitar 50 asosiasi dalam komunitas Muslim.

"Operasi polisi telah terjadi dan lebih banyak lagi akan menyusul, menyangkut puluhan orang," kata Darmanin kepada Europe 1, seperti dikutip dari AFP, Senin (19/10).

Sumber polisi mengatakan orang-orang yang menjadi sasaran dalam penggerebekan hari Senin adalah mereka yang dikenal oleh layanan keamanan karena khotbah radikalnya atau pidato kebencian di media sosial.

Prancis juga bersiap untuk mendeportasi 213 orang asing yang berada dalam daftar pantauan pemerintah dan dicurigai memegang keyakinan agama yang ekstrim, di antaranya sekitar 150 orang tengah menjalani hukuman penjara, menurut sumber tersebut.

“Penyelidikan berfokus pada apa yang terjadi dan siapa yang berada di balik penyerangan itu. Namun gelombang penangkapan yang diumumkan oleh menteri dalam negeri yang akan berlanjut selama beberapa hari ke depan pada dasarnya berfokus pada mereka yang telah menyatakan dukungan untuk penyerang atau terhadap guru online," kata Marc Perelman, editor politik Prancis France 24. 

"Jadi, ini benar-benar jaring lebar yang dibuat oleh pihak berwenang," katanya.

Sejauh ini Polisi telah menahan 11 orang yang terhubung dengan serangan pembunuhan Paty. Mereka termasuk empat anggota keluarga penyerang, yang ditahan untuk diinterogasi.

Foto Paty dan pesan yang mengakui pembunuhannya ditemukan di ponsel pelaku yang diidentifikasi sebagai Abdullakh Anzorov, yang tiba di Prancis bersama keluarganya untuk mencari suaka ketika dia berusia enam tahun.

Polisi juga menahan ayah seorang murid di kelas Paty yang mencerca guru itu secara online dan menyerukan pemecatannya.

Sebuah sumber pengadilan mengatakan kepada Reuters, pria lain yang ditahan, yang dikenal oleh badan intelijen, adalah Abdelhakim Sefriuoi kelahiran Maroko.

Sefriuoi selama bertahun-tahun menggunakan media sosial untuk melawan apa yang disebutnya 'Islamofobia' dan untuk menekan pemerintah atas perlakuannya terhadap Muslim.

Pada 2011, ia menentang sebuah sekolah menengah di Saint-Ouen, sebuah kota kelas pekerja dengan komunitas Muslim yang besar di dekat Paris, karena ingin melarang pakaian yang digunakan oleh gadis Muslim untuk menghindari larangan kerudung.

Darmanin menuduh kedua pria itu mengeluarkan 'fatwa' terhadap Paty, menggunakan istilah untuk fatwa Islam yang terkenal digunakan untuk menggambarkan hukuman mati tahun 1989 yang dijatuhkan terhadap penulis Salman Rushdie oleh Ayatollah Khomeini dari Iran.

"Mereka rupanya mengeluarkan fatwa terhadap guru itu," kata Darmanin kepada radio Europe 1.

Paty, yang dipuji oleh murid dan orang tua sebagai guru yang berdedikasi, telah menunjukkan kartun Mohammed di kelas kewarganegaraannya.

Menurut keterangan pihak sekolah, dia telah memberi anak-anak Muslim pilihan untuk meninggalkan kelas sebelum dia menunjukkan kartun tersebut, dengan mengatakan dia tidak ingin perasaan mereka terluka. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA