Seorang Patriarki Armenia Turki, Patrik Sahak II, telah bergabung dalam diskusi tentang potensi transformasi ulang Hagia Sofia menjadi sebuah masjid. Ia menyuarakan dukungannya dalam sebuah rangkaian tweet pada hari Sabtu (13/6).
"Hagia Sophia harus dibuka untuk beribadah," katanya, menyatakan bahwa Haghia Sophia adalah bangunan yang cukup besar untuk tujuan itu, sambil menyarankan juga ruang untuk orang Kristen.
“Biarkan dunia memuji kedamaian dan kedewasaan agama kita. Semoga Hagia Sophia menjadi simbol kedamaian umat manusia di zaman kita,†katanya seperti dikutip dari
Daily Sabah, Sabtu (13/6).
Lebih lanjut Sahak menyatakan bahwa umat manusia berdoa untuk persatuan seperti itu dan dengan demikian dirinya menyarankan untuk berbagi kubah Hagia Sophia.
"Meskipun iman kita berbeda, bukankah kita percaya pada Tuhan yang sama?," katanya.
Ia mengklaim bahwa Hagia Sophia tidak akan mempermasalahkan hal tersebut, sebab bangunan ikonik di Turki itu telah menjadi tempat ibadah bagi umat Kristen selama 1.000 tahun dan 500 lainnya untuk umat Islam.
"Hagia Sophia dibangun dengan tenaga kerja sepuluh ribu karya dengan biaya astronomi," katanya.
Patrik menunjukkan bahwa selama lebih dari 1.500 tahun banyak perbaikan telah dilakukan pada bangunan ikonik itu oleh Yayasan Fatih Sultan. Dia menekankan bahwa tujuan mereka adalah untuk melestarikannya sebagai tempat ibadah. "Bukan hanya museum," tambahnya.
Menurutnya, Hagia Sophia akan lebih cocok sebagai tempat ibadah dan berdoa sambil mengagumi struktur bangunan itu, daripada hanya sekadar situs wisata yang penuh dengan pengunjung dan namun mereka hanya melihat-lihat saja tanpa tujuan lain.
Hagia Sophia merupakan salah satu situs warisan sejarah dan budaya paling signifikan di dunia. Situs ini dibangun pada abad keenam masa Kekaisaran Bizantium Kristen dan berfungsi sebagai bagian Gereja Ortodoks Yunani.
Hagia Sophia kemudian dikonversi menjadi masjid kekaisaran setelah penaklukan Ottoman Istanbul pada tahun 1453. Strukturnya kemudian diubah menjadi museum pada tahun 1935, selama periode kekuasaan rezim partai tunggal Turki yang sekuler.
Sejak saat itu, ada banyak diskusi yang mengusulkan bangunan itu agar diubah kembali menjadi masjid. Tuntutan publik untuk mengembalikannya sebagai tempat ibadah mendapatkan daya tarik di media sosial.
Masalah Hagia Sophia adalah salah satu yang menyebabkan banyak ketegangan antara Turki dan Yunani baru-baru ini.
Athena menentang usulan untuk membuka kembali Hagia Sophia sebagai tempat ibadah, tetapi pemerintah Turki, termasuk Presiden Recep Tayyip Erdoğan dan Menteri Luar Negeri Mevlüt Çavuşoğlu mengatakan keputusan itu merupakan masalah dalam negeri untuk Turki dan tidak menjadi urusan Athena.
"Yunani bukan orang yang mengatur tanah ini, jadi harus menghindari pernyataan seperti itu," kata Erdogan.
Sementara itu, Çavuşoğlu mengkritik Yunani yang ikut berkomentar tentang masalah ini, karena ia mengatakan pemerintah Yunani tidak boleh berbicara tentang hak-hak minoritas dan kebebasan beragama ketika Athena sendiri secara konsisten melanggar prinsip-prinsip tersebut.
Turki belum berbagi rincian tentang pembukaan Hagia Sophia sebagai tempat ibadah, tetapi pemerintah sendiri tidak memiliki kewajiban hukum lokal atau internasional yang melarang langkah tersebut.