Namun penulis juga tertarik dengan capres rival Obama dari Partai Republik, Jhon McCain.
Dia pensiunan kapten Angkatan Laut Amerika Serikat, namanya Jhon McCain, anak seorang laksamana bintang empat AL AS. Cucu laksamana bintang empat AL AS pula. Bahkan Kapten McCain melanjutkan nama kakek dan ayahnya sebagai Jhon McCain III.
Pensiun dari AL dengan pangkat kapten dalam keadaan gangguan fisik permanen setelah mengalami siksaan luar biasa selama lima tahun dalam tahanan militer Vietnam. Pahlawan terdepan AS dalan perang Vietnam.
Menapak dunia politik dengan bertarung dalam pemilu AS untuk kursi Kongres. Dua kali dua tahun sebagai Kongresman sebelum terpilih enam kali secara berturut-turut sebagai senator AS dari Negara Bagian Virginia semenjak tahun 1986. Menjadi senator paling lama dan sangat berpengaruh. Dihormati kawan dan disegani lawan. Menunjukan dedikasi luar biasa untuk negaranya, bahkan demi keyakinan politik kenegaraannya tak segan berbeda pendapat walau dengan kawan separtai.
Perseteruan McCain dengan Presiden Trump contoh paling kasat mata.
Puncak karier politik diraihnya dengan memenangkan Konvensi Partai Republik untuk menjadi calon presiden dari Partai Republik tahun 2008. Kalah dari Barack Husein Obama.
Wafat hari Sabtu (25/8) dikelilingi keluarga dan ditangisi rakyat Amerika.
Pandangan politik keluarga McCain nampaknya juga tidak jauh beda dengan almarhum. Ramai di beberapa media, keluarga memutuskan tidak mengundang Presiden Trump pada upacara pemakaman McCain. Padahal Trump adalah presiden AS dari Partai Republik. Partainya Jhon Mc Cain.
Keluarga malah mengundang mantan Presiden Barack Husein Obama, mantan rival McCain di Pilpres 2008. Obama kabarnya tidak saja diundang untuk hadir namun juga untuk menyampaikan pidato saat pemakaman pertengahan September nanti. Semua itu kabarnya diputuskan karena satu kata : INTEGRITAS.
Semoga sedikit cerita subjektif penulis di atas menjadi bahan renungan kita menatap Pilpres Republik Indonesia 2019. Bukankah Pilpres Indonesia jauh lebih menghormati kedaulatan suara rakyat dibanding Pilpres Amerika Serikat? Bukankah bagi kita di Indonesia berlaku*Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan?. Dan bagi Pilpres Amerika berlaku Suara Negara Bagian Adalah Suara Tuhan?
Jika suara negara bagian adalah suara Tuhan bisa membawa AS menjadi negara digdaya, tentu kita bangsa Indonesia harus yakin seyakin-yakinnya bahwa di masa depan Indonesia akan lebih digdaya karena bagi kita berlaku: suara rakyat adalah suara Tuhan.
Allahumma Amien.
[***]
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia / Redaktur Khusus Non-Aktif RMOL.Co
BERITA TERKAIT: