Analis: "Kolaborasi" Taliban-ISIS Ciptakan Gelombang Berdarah Di Afghanistan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Selasa, 30 Januari 2018, 13:21 WIB
Analis: "Kolaborasi" Taliban-ISIS Ciptakan Gelombang Berdarah Di Afghanistan
Pengamanan di Kabul/CNA
rmol news logo Kelompok militan Taliban dan ISIS menciptakan "kolaborasi" untuk serangan dan pembantaian di Kabul baru-baru ini.

Dalam 10 hari terakhir saja, tercatat telah ada tiga kali serangan di lokasi publik dan krusial di ibukota Kabul. Serangan tersebut ada yang diklaim oleh Taliban dan ISIS. Rangkaian serangan tersebut telah membunuh dan melukai ratusan warga sipil, termasuk warga negara asing.

Pada tanggal 20 Januari, Taliban melancarkan serangan pertama dari dua serangan besar di Kabul, yakni sebuah serangan selama satu jam di sebuah hotel mewah di mana setidaknya 25 orang terbunuh, termasuk banyak orang asing.

Satu minggu kemudian, sebuah ambulans berisi bahan peledak yang diledakkan di sebuah jalan yang penuh sesak, menewaskan lebih dari 100 orang dan melukai ratusan lainnya.

Taliban mengaku bertanggung jawab, bersikeras bahwa ledakan tersebut telah membunuh sebagian besar polisi.

Tak lama setelah itu, ISIS mengklaim serangan di akademi militer di Kabul awal pekan ini. Hal itu menunjukkan lemahnya keamanan dan kegagalan intelijen faghanistan.

"Para teroris mengubah taktik mereka," kata kepala agen mata-mata Afghanistan Mohammad Masoom Stanekzai.

"Itu tidak berarti ada sela (dalam keamanan). Kami telah menggagalkan banyak serangan tapi beberapa sulit dikendalikan," sambungnya seperti dimuat Channel News Asia.

Seorang analis senior dari  International Crisis Group, Borhan Osman mengatakan bahwa saat Taliban meningkatkan pemberontakannya untuk mengusir pasukan asing, di saat bersamaan ISIS mencoba untuk memperluas pijakan yang relatif kecil di Afghanistan.

"Tekanan yang meningkat di medan perang dapat menyebabkan mereka menyerang wilayah yang bisa mereka tuduh secara terbuka terhadap retorika militer Amerika Serikat atau pemerintah Afghanistan bahwa mereka telah melemahkan Taliban atau ISIS," kata Osman kepada AFP.

"Hal itu juga bisa mengguncang kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah untuk melindungi penduduk," sambungnya. [mel]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA