Namun, klaim itu tidak menyertakan bukti apapun tentang keterlibatan mereka. Kelompok tersebut hanya menyebut penyerang, yaitu pria asal Uzbekistan, Sayfullo Saipov (29), sebagai "tentara kekhalifahan".
Klaim tersebut dipublikasikan di surat kabar mingguan al-Naba, diteruskan SITE Intelligence Group yang melacak aktivitas online organisasi ekstremis. Yang jelas, surat kabar tersebut tidak menyebutkan nama penyerang.
Namun, dikutip dari
USA Today, para analis percaya Saipov kemungkinan besar bertindak sendiri alias "lone wolf" saat merencanakan dan melakukan pembantaian di hari Selasa itu. Meski begitu, ia tampak sangat dipengaruhi oleh ideologi dan metode kelompok ISIS.
ISIS berulang kali mendesak pengikutnya untuk menggunakan kendaraan dalam menggelar serangan. Pihak berwenang di NYC mengatakan, Saipov dengan cermat merencanakan serangan tersebut. Ia juga meninggalkan beberapa catatan pribadi yang menyatakan bahwa "Negara Islam akan bertahan selamanya". Beberapa video propaganda ISIS pun ditemukan di teleponnya.
Saipov, yang ditembak oleh polisi namun nyawanya tertolong, mengatakan tidak merasa bersalah kepada penyidik. Bahkan ia meminta aparat untuk menggantungkan bendera ISIS di ruang perawatannya di rumah sakit.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, beberapa kali menuliskan di akun Twitter pribadinya bahwa Saipov harus menerima hukuman mati.
Namun, para pakar hukum menyesali ucapan Trump itu karena dapat mempengaruhi proses hukum. Trump juga menyarankan Saipov dipenjarakan di Teluk Guantanamo.
Saipov berimigrasi ke AS dari Uzbekistan pada tahun 2010 di bawah program visa "lotre" Departemen Luar Negeri yang menerima para pelamar dari negara-negara dengan imigran yang relatif sedikit. Program ini sendiri telah memantik kemarahan Trump disertai ancaman untuk segera mengakhirinya.
[ald]
BERITA TERKAIT: