Jika selama ini pemerintah Korea Utara terus mengatakan kepada rakyatnya bahwa AS ingin menghancurkan negara mereka, kini pernyataan itu didengar rakyat Korea Utara dari Presiden AS sendiri.
Para analis, dikutip
The Washington Post, mengutuk ancaman Trump untuk "menghancurkan Korea Utara secara total." Yang lebih disayangkan, Trump tidak membedakan antara rezim pemerintah Korea Utara dengan 25 juta penduduk Korea Utara.
Peneliti dari Peterson Institute for International Economics, Marcus Noland, merasa yakin, rekaman pidato Trump itu akan diputar berulang kali oleh stasiun televisi Korea Utara.
Ia mengingatkan, sejak Perang Korea berakhir dengan gencatan senjata pada tahun 1953, pemerintah Korea Utara menggambarkan AS sebagai imperialis yang selalu memakai "kebijakan bermusuhan" untuk menghancurkan lagi Korea Utara. Pemerintah Korea Utara terus menghidupkan kenangan akan invasi AS yang menghancurkan 80 persen dari semua bangunan di utara semenanjung Korea dan membunuh 20 persen dari total rakyatnya.
"Rezim Kim berpendapat bahwa hanya senjata nuklir yang mampu melindungi negara dari ancaman eksistensial yang Korea Utara hadapi dari pasukan asing yang dipimpin oleh Amerika Serikat," kata Noland.
Sedangkan peneliti senior kawasan Korea di Pusat Studi Kebijakan Asia Tenggara Brookings Institution, Jung H. Pak, mengatakan, pernyataan provokatif Trump hanya akan memperkuat posisi bahwa AS memusuhi Korea Utara.
"Inilah yang sedang dibicarakan Korea Utara, dan Trump mengatakannya di TV di depan seluruh dunia," sindir Pak.
Ejekan Trump terhadap Kim Jong Un dengan menyebutnya sebagai "Rocket Man" juga dianggap tidak bijak. Apalagi, rakyat Korea Utara sangat mengkultuskan pemimpinnya. Segala kritik terhadap Kim Jong Un adalah hal terlarang bagi rakyatnya.
Jika kata-kata Trump itu ditujukan untuk menggertak Kim Jong Un dan memaksanya mundur dari pengembangan nuklir, hampir pasti yang terjadi adalah sebaliknya.
"Pidatonya bisa memberi Pyongyang sebuah alasan atau insentif untuk melipatgandakan pengembangan nuklir dan misilnya, yang berarti lebih banyak uji coba rudal," ujar peneliti pada Korean Peninsula Future Forum di Seoul, Duyeon Kim.
Sangat mungkin, Pyongyang akan mempercayai gertakan Trump itu dan bekerja lebih keras membangun senjata nuklirnya.
"Atau, mungkin Pyongyang tertawa dan tidak menanggapi dengan serius, yang juga merupakan masalah besar. Kita tidak tahu pasti," tambah Kim.
[ald]
BERITA TERKAIT: