Bangunan-bangunan batu di tengah kota masih berdiri kokoh dan utuh, berasal dari masa Dinasti Ming dan Qing yang berkuasa di daratan China antara 1368 hingga 1912.
Tetapi Shicheng di bawah Danau Qiandao di Provinsi Zhejiang, sekitar 400 kilometer dari Shanghai, bukanlah Atlantis seperti yang dimaksudkan Plato dalam salah satu manuskripnya yang paling terkenal.
Shicheng yang berarti kota singa dalam bahasa Mandarin memang sengaja ditenggelamkan pada tahun 1959.
Kisah Shicheng kurang lebih serupa dengan kisah 37 desa di 7 kecamatan di kabupaten Sragen, Boyolali dan Grobogan, Jawa Tengah yang pada tahun 1989 ditenggelamkan karena masuk dalam peta proyek Waduk Kedung Ombo.
Waduk Kedung Ombo membuat 5.268 kepala keluarga kehilangan tempat tinggal.
Sementara Waduk Xinan yang menelan Shincheng memaksa sekitar 300 ribu orang terpaksa mengungsi dari tanah yang telah didiami luhur leluhur mereka selama ratusa tahun.
Pemerintah China kembali membuka bab tentang Shicheng pada tahun 2001. Sebuah ekspedisi digelar untuk mengamati apa saja yang masih tersisa dari Shincheng yang kini berada sekiatr 40 meter di bawah danau buatan seluas 573 kilometer persegi.
Pada tahun 2011,
National Geography edisi China mempublikasikan foto-foto yang belum pernah dilihat: sebuah kota utuh yang masih berdiri kokoh di bawah permukaan air, memenuhi imajinasi tentang Atlantis.
Menurut
CNN ekspedisi tersebut juga menemukan bahwa gerbang utama Shicheng tidak seperti di kota-kota China pada umumnya. Bila kota-kota lain memiliki empat gerbang utama, maka Shicheng memiliki lima gerbang utama.
Shicheng memiliki dua pintu yang menghadap ke arah barat.
Ruas jalannya yang lebar memiliki 265
archways dengan pahatan batu bergambar singa, naga, dan sebagainya. Sebagian berasal dari tahun 1777. Sementara tembok yang mengelilingi kota berasal dari abad ke-16.
Disebutkan bahwa air danau Qiandao ikut menjaga bangunan-bangunan batu di Shicheng dari erosi angin, hujan dan sinar matahari.
[zul]
BERITA TERKAIT: