Mulanya, Pemerintah melarang media berhaluan Katolik,
The Herald, menggunakan kata Allah dalam edisi bahasa Malaysia untuk menggambarkan Tuhan umat Kristen.
Namun, media tersebut menuntut larangan pemerintah itu. Pihak pengadilan mengabulkan pada Desember 2009. Tapi kemudian, pemerintah mengajukan banding.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tingkat Banding Malaysia Mohamed Apandi Ali beralasan, penggunaan kata Allah bukan bagian dari keimanan dalam agama Kristen. "Penggunaan kata Allah akan membingungkan umat Kristen," jelasnya seperti dikutip dari
BBC (Senin, 14/10).
Lebih dari seratus orang umat Islam di luar gedung pengadilan menyambut gembira putusan tersebut. Mereka melambai-lambaikan spanduk yang bertuliskan "kata Allah hanya milik Islam."
Menurut mereka, penggunaan kata Allah oleh umat Kristen bisa mempengaruhi umat Islam pindah agama.
Sementara itu, editor
The Herald, Reverend Lawrence Andrew kecewa dan mencemaskan putusan tersebut. Karena itu dia akan melawan putusan tersebut dan kembali menempuh jalur hukum. "Ini sebuah langkah mundur dari perkembangan hukum terkait dengan hak kebebasan kelompok minoritas," tegasnya.
Padahal, bible berbahasa Malaysia telah menggunakan kata Allah yang merujuk pada Tuhan umat Kristen, sejak Malaysia resmi sebagai negara yang menggunakan sistem federal pada 1963.
Sebelumnya, peraturan itu telah memancing ketegangan di antara umat beragama. Sejumlah gereja dan pusat kegiatan keagamaan umat Islam diserang dan dibakar.
[zul]
BERITA TERKAIT: