Bamsoet: Skema P3K Solusi Terbaik Tenaga Honorer Kategori II
Laporan: Dede Zaki Mubarok | Selasa, 19 Maret 2019, 08:04 WIB
Bambang Soesatyo bersama perwakilan guru honorer se-Bali, NTT, dan NTB/Humas DPR
DPR sangat memperhatikan Tenaga Honorer Kategori II (THK-II), baik yang berasal dari kalangan guru, tenaga kesehatan, maupun penyuluh pertanian.
Desember 2018 lalu, Komisi X DPR yang yang membidangi pendidikan telah melakukan rapat kerja gabungan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Dalam rapat tersebut, DPR dan pemerintah sepakat menyelesaikan status THK-II menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Payung hukumnya sudah ada, seperti Peraturan Pemerintah (PP) 49/2018 tentang Manajeman P3K dan peraturan perundang-undangan lainnya.
"Guru THK-II yang berjumlah sekitar 150.669 diberikan kesempatan mengikuti seleksi tes CPNS. Jika tidak lolos, mereka diberikan kesempatan mengikuti seleksi P3K. Ini adalah solusi terbaik yang bisa diberikan kepada para THK-II, baik yang berasal dari kalangan guru, tenaga kesehatan maupun penyuluh pertanian," ujar Ketua DPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat menerima perwakilan guru honorer se-Bali, NTT, dan NTB di ruang kerjanya, gedun Nusantara III, Senayan, Jakarta, Senin (18/3).
Selain para guru honorer, turut hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Ketua Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) Region Bali, NTT, dan NTB, Yohanes Mase; aaggota Komisi III DPR, yang juga menjabat Dewan Pakar ADKASI, Herman Heri; dan anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun.
Bamsoet mengajak para tenaga honorer agar jangan mau dipolitisir oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mendapatkan keuntungan politik. Adanya klaim sepihak yang menyatakan bisa mengangkat secara langsung tenaga honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS), menurut dia, tak lebih hanyalah janji-janji manis belaka.
"Kita sampaikan apa adanya agar rakyat bisa memahami kondisi yang sebenarnya. Kita tidak ingin memberikan janji-janji manis yang justru bisa melukai hati dan perasaan rakyat. UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara tidak memberikan ruang hukum pengangkatan secara langsung tenaga honorer menjadi PNS. Jadi jika ada pihak yang ingin secara langsung mengangkat honorer menjadi PNS, sama saja menabrak UU," jelas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, ada aturan hukum yang jelas sebagaimana diatur dalam UU 5/2014 tentang ASN yang tak boleh dilanggar, seperti jenjang usia dan pendidikan untuk dapat menjadi PNS. Misalnya, batas minimal PNS adalah 35 tahun.
"Lalu bagaimana dengan nasib THK-II di atas 35 tahun? Jika diangkat menjadi PNS, sama saja melanggar UU," tegas Bamsoet.
Karena itu, Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menilai solusi melalui P3K yang disepakati DPR RI dengan pemerintah telah memberikan kepastian hukum kepada tenaga honorer terhadap posisi pekerjaan mereka.
Tak hanya guru honorer, tenaga kesehatan, dan penyuluh pertanian juga sudah mengikuti seleksi P3K Tahap 1 yang dilakukan pada rentang waktu Februari-Maret 2019.
"Dari catatan setidaknya ada 69.533 Guru THK-II yang memenuhi kualifikasi S1 dan berusia diatas 35 tahun mengikuti seleksi P3K. Jika lolos, mereka akan menerima gaji setara PNS yang baru direkrut. Dengan demikian kesejahteraannya juga meningkat," jelas Bamsoet.
Bagi THK-II yang tidak lolos seleksi P3K, Bamsoet menerangkan nasib mereka akan tetap diperhatikan oleh negara. Mereka masih bisa diberi kesempatan bekerja di instansi pemerintah dengan gaji sesuai Upah Minum Regional (UMR) di daerah masing-masing. Dengan begitu, tidak ada lagi tenaga honorer yang dibayar secara tidak layak.
"Skema P3K akan memberikan solusi terbaik, khususnya dari segi kesejahteraan. Karena pengabdian dan prestasi mereka selama ini tak boleh dilupakan begitu saja oleh negara," pungkas Bamsoet.