Fahri Hamzah: Indonesia Lahir Dari Kegiatan Berfikir, Bukan Infrastruktur Bangunan
Laporan: | Selasa, 20 November 2018, 14:45 WIB

Indonesia lahir dari proses berfikir sekelompok orang secara terbatas. Namun, kian lama menjadi gelombang yang menabrak lintas batas primordial yang akhirnya menjadi perasaan dan fikiran bersama.
Demikian dikatakan Wakil Ketua DPR dalam acara Deklarasi Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) Kota Binjai, Sumatera Utara, di Koetaradja Coffee, Sabtu (17/11), dengan tema "Menjemput Pemimpin dan Arah Baru Indonesia".
Karena Indonesia lahir dari proses berfikir, kata Fahri, krisis yang paling besar di republik ini, tidak akan terjadi akibat krisis ekonomi. Pasalnya, ekonomi di Indonesia berbasis sumber daya alam.
"Saya baru menulis buku yang judulnya itu 'Mengapa Indonesia Belum Sejahtera', di samping kalau kita membandingkan secara statistik, memang Indonesia masuk ke dalam kategori belum sejahtera," ujarnya.
Menurut politisi dari PKS itu, kalau dibandingkan dengan negara-negara yang merdeka bersamaan dengan Indonesia, income per capita Indonesia masih terkategori rendah, hanya 3.800 atau maksimal 4.000 US Dolar per tahun per orang, yang jika dirupiahkan belum mencapai 50 juta per tahun per orang.
"Bahkan ada yang lebih rendah dari pada itu. Itu rata-rata. Dan, kalau ada yang rata-ratanya segitu artinya ada yang 20, ada yang 10 dan seterusnya ke bawah. Sementara negara seperti Malaysia sudah belasan sekarang, Thailand sudah 8 ribu, dan bahkan Vietnam yang baru sudah 6 ribu. Kalau kita sebut China, negara itu sudah 15 ribu, Korea Selatan sudah 24 ribu. Apalagi Singapura sudah 50-an ribu, begitu juga Jepang yang pada saat kita merdeka, mereka dihujani bom atom yang menghancurkan Hirosima dan Nagasaki, mereka 40.400, sementara kita masih 3.800," ungkapnya.
Dalam kategori itu, kata Fahri, angka secara statistik Indonesia masih sangat rendah. Tetapi, Indonesia tidak akan seperti Venezuela atau negara-negara Amerika Latin sekarang.
"Rasanya kalau kita ini, di antara sebabnya kita nggak merasa miskin itu adalah karena kemiskinan itu disedot dalam satu sistem yang luar biasa. Saya sering katakan bahwa agama yang membuat kita merasa tidak pernah miskin, karena selalu mengajarkan untuk bersyukur dan menerima kehidupan ini apa adanya," katanya.
Bukan hanya itu, lanjut Fahri, agama juga punya prosesi pengentasan kemiskinan. Terdapat zakat, infak dan sedekah, paling tidak sebulan (bulan Ramadhan).
"Agama mengafsur ketidakmampuan negara dalam mengatasi kemiskinan," ucap Anggota DPR asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.
Tak hanya itu, lanjut Fahri, dalam sistem keluarga juga diajarkan menyerap kemiskinan.
"Semua ditopang dan diserap dalam sistem keluarga. Begitu juga dengan sistem sosial," ucapnya.
Selanjutnya, di hutan, laut, maupun sungai, masih menopang kemiskinan rakyat Indonesia. Jadi, Indonesia sulit terjadi krisis ekonomi. Krisis di Indonesia ini akan terjadi, apabila yang langkah awal membentuk Indonesia, berupa fikiran-fikiran yang menggeliat itu hilang.
"Ini yang sering saya ingatkan kepada Bapak Presiden yang terlalu sibuk membangun infrastruktur fisik, tetapi jarang bercakap-cakap dengan rakyat. Yang menghancurkan Indonesia bukan ketiadaan infrastruktur fisik, yang menghancurkan Indonesia itu, ketika fikiran tidak dihormati. Infrastruktur berfikir dan percakapan sesama warga negara itu yang tidak ada. Itu yang akan menghancurkan bangsa Indonesia. Itu lah kegelisahan yang kita hadapi sekarang ini, Karena percakapan tidak lagi menemukan strukturnya yang baik," pungkasnya.
[lov]