Energi Menipis, Kurtubi Desak Revisi UU Migas
Laporan: Ruslan Tambak | Selasa, 30 Mei 2017, 14:13 WIB

. Secara geologis potensi sumber daya (esources) minyak dan gas bumi (migas) Indonesia masih sangat besar. Migas tersebar di sekitar 120 cekungan baik yang ada di darat (onshore) atau di laut (offshore).
"Wilayah darat dan laut RI sangat besar. Luasnya hampir sama dengan benua Eropa atau daratan Amerika Serikat," kata Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi dalam keterangannya, Selasa (30/5).
Namun untuk mengkonversi resources menjadi cadangan (reserves) untuk wilayah seluas Indonesia, dengan potensi sumber daya minyak mentah sekitar 50 miliar barrel dan potensi sumber daya gas sekitar 200 tcf, dibutuhkan investasi explorasi yang besar.
Selain investasi, lanjut Kurtubi, dibutuhkan sistem tata kelola yang simpel dan tidak birokratis, sesuai koridor Pasal 33 UUD 1945.
"Faktanya sistem tata kelola saat ini masih didasarkan atas UU Migas No.22/2001. Sehingga kegiatan investasi explorasi anjlok. Sebab Pasal 31 UU Migas mewajibkan investor untuk membayar pajak dan retribusi meski masih pada tahap explorasi," ungkap politisi Nasdem ini menyayangkan.
Kurtubi menegaskan, perlu bagi pemerintah dan DPR untuk segera merevisi aturan ada dalam UU Migas dengan pola B to G-nya. Sebab menurutnya, pola inilah yang menyebabkan proses investasi selama ini menjadi panjang dan birokratis.
"Solusinya agar investasi explorasi bangkit kembali, sederhanakan sistem menuju pola B to B. Bubarkan dan gabung SKK Migas dengan NOC/Pertamina. Dan hapus pajak selama explorasi. Semoga sistem yang efisen dan sejalan dengan konstitusi bisa segera dilahirkan lewat UU Migas yang direvisi. Pilihan ada ditangan kita, tanpa itu ancaman krisis energi akan semakin nyata," pungkasnya.
Ancaman krisis energi menghantui Indonesia akibat semakin tipisnya cadangan migas nasional. Menurut Dewan Energi Nasional, ini karena Indonesia masih mengandalkan migas sebagai sumber energi dalam beberapa tahun mendatang.
[rus]