Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)

Belasan Tahun, RUU Kebidanan Sudah Layak Dituntaskan

Laporan: Ruslan Tambak | Rabu, 21 September 2016, 02:14 WIB
Belasan Tahun, RUU Kebidanan Sudah Layak Dituntaskan

Foto/Net

Setelah bolak-balik masuk dalam pembahasan prolegnas prioritas di DPR, RUU Kebidanan semakin mantap memperoleh dukungan untuk segera dibahas dan disahkan.

Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PP IBI) dalam audiensi dengan Fraksi Nasdem DPR RI menyampaikan draft revisi usulan RUU yang telah disempurnakan. Poin-poin masalah dalam draft RUU yang sebelumnya menjadi perdebatan sudah memperoleh titik terang. Mulai dari status profesi dan pendidikan, praktek profesi hingga pemberdayaan sudah dimasukkan dalam draft terbaru yang disampaikan PP IBI.

"Di dalam draft terbaru ini kami juga memasukan konsep cost effective dan pemberdayaan perempuan," ujar Ketua Umum PP IBI, Emi Nurjasmi di Ruang Rapat Fraksi NasDem, Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (20/9).

Dia menjelaskan dalam draft terbarunya, PP IBI sudah dengan gamblang menguraikan pendidikan keterampilan (vokasional), profesi bahkan keilmuan yang khas bidang kebidanan. Kejelasan status profesi termasuk lembaga penjaga etika profesi juga menjadi bagian yang turut disempurnakan dalam draft tersebut. Termasuk juga soal posisi dukun beranak yang selama ini masih menjadi salah satu penolong kelahiran yang banyak dipercaya masyarakat.

Menanggapi hal ini, Anggota Panitia Kerja RUU Kebidanan Komisi IX DPR dari Fraksi NasDem, Amelia Anggraini menyatakan dukungannya terhadap upaya PP IBI mendorong pengesahan UU tersebut.

Ditemani rekan satu komisinya Ali Mahir, Amelia mengatakan bahwa RUU Kebidanan yang dimasukkan ke DPR sejak 2003 ini sudah sangat layak untuk memperoleh prioritas pengesahan. Pasalnya, kebutuhan terhadap bidan dalam program Sustainable Development Program (SDG'S) yang diusung pemerintah mensyaratkan ketersediaan akan bidan yang semakin luas.

Karena itu, menurutnya, perlindungan terhadap praktik dan profesi kebidanan harus segera dimiliki.

"Kemenkes dengan program SDG'S-nya jelas membutuhkan bidan-bidan terampil dan teredukasi di seluruh penjuru Indonesia. Lulusan pendidikan kebidanan semakin banyak dan harus segera disalurkan. Nah, ini butuh payung hukum, lex spesialis," ujar Amel dalam keterangannya.

Amel mengakui, intensitasnya dalam mengawal RUU Kebidanan ini untuk segera disahkan terbilang cukup tinggi. Hal ini dilandasi kenyataan di lapangan yang sering ditemuinya saat kunjungan kerja ke berbagai pelosok tanah air. Dia senantiasa mengikuti isu terkini menyangkut kebutuhan profesi bidan dalam rangka menjaga mortalitas sehat generasi penerus bangsa.

Dia mengatakan, para bidan harus bekerja dengan kepastian dan kenyamanan agar tujuan pembangunan SDG'S Indonesia bisa terwujud. Utamanya karena masih terbatasnya akses masyarakat terhadap dokter spesialis kandungan dalam membantu proses persalinan.

Jumlah dokter spesialis kandungan yang terbatas dan tidak tersebar merata menjadi salah satu pertimbangan perlunya RUU Kebidanan ini untuk segera menjadi UU. [rus]
1xx

Kolom Komentar

Artikel Lainnya

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)