Film yang terinspirasi dari kejadian teror bom di Jakarta itu memang menggunakan kostum yang merupakan replika asli dari seragam yang dipakai oleh pihak kepolisian. Bedanya, rompi asli yang dipakai oleh tim Detasemen Khusus (Densus) 88 berbobot 9 kg. Untuk kemudahan pengambilan gambar, versi replikanya sedikit lebih ringan dengan berat sekitar 6 kg.
Pengarah kostum untuk film "22 Menit," Aksara Sophiaan dan Darwita Kencana Karin, menjelaskan demi kualitas produksi yang baik, kostum yang dibuat disesuaikan dengan ketentuan Kepolisian RI.
Aksara menjelaskan bahwa awalnya, ia dan Darwita menggunakan plat baja asli untuk kostum yang dipakai Ario dan Khiva Iskak yang berperan sebagai Komisaris Polisi bernama Arya di "22 Menit". Plat baja yang merupakan hasil pinjaman ke pihak kepolisian tersebut adalah jenis yang digunakan oleh semua anggota tim Densus 88 setiap kali mereka bertugas.
Namun, di minggu kedua, Aksara dan Darwita harus mengganti plat baja tersebut dengan styrofoam untuk memudahkan para aktor bekerja.
"Ternyata, meski sudah diganti styrofoam, masih lumayan berat. Sekitar 6 kg," kata Darwita.
Bagi duo pengarah kostum ini, mendandani para pemeran polisi di film "22 menit" adalah tantangan yang unik. Awalnya, mereka berdua mengaku sama sekali buta terhadap urusan baju seragam kepolisian. Konsultasi yang dilakukan Buttonijo Films pun mencakup urusan kostum.
"Semua kostum 100 persen kami kerjakan sendiri. Kami riset, mencari data, dan ngobrol dengan pihak kepolisian untuk belajar soal seragam mereka. Seragam polisi itu kelihatannya saja sederhana, padahal banyak pakem yang harus dipahami. Misalnya, peletakkan tanda pangkat. Alhasil, kami harus menghapal urutan pangkat, susunan organisasi, direktorat dan satuan kepolisian," jelas Aksara.
Darwita menambahkan bahwa satuan Densus 88 memiliki aturan pakaian yang mereka kenakan harus berwarna hitam.
"Meskipun demikian, kami ingin seragam mereka tetap terlihat stylish. Jadi kami pilih corak camouflage," kata Darwita.
Kedua pengarah kostum film "22 Menit" tersebut mengaku belajar banyak dari pengalaman mereka mendesain seragam aparat.
"Setelah mengerjakan film ini, saya jadi punya rasa respek luar biasa terhadap satuan Densus 88. Bayangkan, mereka harus bertempur melawan teroris dengan baju tertutup dari kepala hingga kaki, dengan rompi seberat 9 kg. Belum lagi dengan beban senjata yang mereka bawa. Luar biasa," Aksara menimpali.
[dem]