RMOL. Bentrokan dan penganiayaan oknum siswa SMA 6 terhadap wartawan pada Senin (19/9) mengundang perhatian banyak orang mulai politisi sampai selebriti. Wajar saja, selain kerap tawuran dan berbuat onar, SMA di kawasan Blok M, Jakarta Selatan itu, kadung dikenal sebagai ‘sekolahnya artis dan anak pejabat’. Saat dimintai tanggapan, kebanyakan artis prihatin. Selain terus berlanjut, tawuran dan aksi kekerasan semakin identik dengan para pelajar.
yahrini mengaku prihatin atas maraknya aksi kekerasan dan penganiayaan belakangan ini. TerÂlebih, kekerasan justru dilakukan oleh oknum siswa SMA 6 yang notabene masih pelajar.
“Saya mengaku prihatin atas kejadian tersebut. Padahal tidak perlu ada kekerasan, cukup lewat dialog aja kan,†ujarnya.
Apa pun alasannya, dia menilai penganiayaan baik individu mau pun berkelompok sudah bikin resah. Tidak hanya di lingkungan sekitar tapi juga masyarakat yang sudah telanjur mencap SMA 6 sering berbuat onar.
“Secara pribadi aku emang nggak suka perkeÂlahian apalagi kayak tawuran begitu. Ini tindakan kejahatan,†tukas Syahrini.
Saat menonton langsung insiden di layar televisi, Syahrini bingung kok bisa-bisanya puluhan siswa SMA 6 dan wartawan terlibat kontak fisik. Herannya lagi, seolah-olah semua pihak tidak belajar dari pengaÂlaman maraknya aksi tawuran antar pelajar.
“Pelajar lawan pelajar atau dengan masyaÂrakat pengguna jalan, itu mah biasa. Nah ini lawan wartawan. Ini peristiwa langka. Sangat disayangkan. Terus terang aku kecewa, kayaknya susah banget kita cari perÂdamaian,†cetus wanita yang ceÂletukan ‘alhamdulillah ya’ dan’‘ seÂsuatu’ itu tengah populer di maÂsyarakat.
Namun begitu, Syahrini tak mau asal sebut siapa di antara siswa SMA 6 atau wartawan yang bersalah dalam insiden memaÂlukan itu. TerÂlebih saat pengaÂniayaan terjadi, keadaan lagi kacau. Intinya bagi dia, terjaÂdinya aksi kekerasan atau tawuran itu karena orang-orang sedang marah dan mudah terprovokasi.
“Nggak usah nyalahin orang lain. Bukan saatnya menyalahkan, tapi saatnya cari solusi. Kalau pemicunya dari emosi, ya kita harus belajar redam emosi,†tegasnya.
Bicara lebih serius, pelantun Jangan Memilih Aku ini mengimbau seluruh lapisan masyarakat kembali ke nilai agama dan Pancasila. Bahwa setiap orang wajib meÂlindungi dirinya dan orang lain demi kebaikan bersama.
“Aku harap kejadian ini cukup sekali aja. Sebagai masyarakat, yang pernah jadi anak SMA dan teman dari wartawan, rasanya kita harus berdamai. Mudahan-mudahan ke depan, pemerintah, rekan wartawan, para pelajar dan masyarakat dapat mewujudkan Indonesia aman dan jadi sesuatu banget,†tutupnya.
Prisia Nasution, Nggak Aneh Main Keroyokan
Aksi tawuran yang melibatÂkan pelajar sudah bukan hal yang aneh buat Prisia Nasution. Tapi dia kaget, kok bisa-bisaÂnya puluhan siswa SMA 6 dan wartawan terlibat aksi kekeÂrasan. Apalagi beberapa siswa SMA 6 sampai mengeroyok dan melukai wartawan.
“Gimana yah, SMA sudah biasa tawuran sih. Apalagi wartawan bertugas, butuh beriÂta. Jadi aku nggak memihak kemana pun, keduanya sama bertanggung jawab. Artinya sama-sama saling mengerti deh,†celotehnya.
Pesinetron ini sangat menyaÂyangÂkan kelakuan para pelajar seÂkarang yang terbiasa meÂlakukan kekerasan. Saking labilnya para pelajar juga sudah susah diberi pengertian.
Alumni SMA 34 Jakarta ini beranggapan rata-rata anak SMA saat ini sering mengabaiÂkan saran dari orang yang lebih tua. Itu karena tingkat kedeÂwaÂsaan mereka belum matang menyikapi dinamika kehiduÂpan secara realistis.
“Bagi saya, anak-anak SMA lebih terpengaruh sama jiwa muda. Buktinya banyak kasus tawuran di antara mereka kareÂna lebih emosional daripada raÂsional ketika saling berÂsingÂguÂngan satu sama lain,†teÂrangnya seolah menyindir aksi taÂÂwuran yang kerap dilaÂkukan anÂÂtara oknum sisa SMA 6 dan SMA 70 yang lokasinya saling berÂÂdekatan di kawasan Blok M ini.
Lebih jauh, gadis ayu ramÂping ini menganggap kekeÂrasan sudah membudaya di kalangan Anak Baru Gede (ABG). Persoalan ini menamÂbah sulit pihak-pihak yang mau mencarikan solusi perdamaian.
“Setahu saya, siswa SMA kalau nggak berantem, nggak keren. Bedanya kalau dulu berantemnya satu lawan satu pakai tangan kosong, sekarang mainnya keroyokan pakai senÂjata tajam,†jelasnya.
Di samping itu, sikap polisi yang kerap tak tegas membuat kekerasan dan tawuran meluas. Mungkin karena itulah, aksi penganiayaan di depan SMA 6 bisa meledak. “Mungkin takut ikut diserang, kurang personil dan kurang koorÂdinasi, polisi takut mengaÂmankan situasi di sana (SMA 6),†terang Prisia.
Makanya, saat insiden itu terjadi, Prisia menekanÂkan pihak wartawan harusÂnya bisa meÂngerti keÂpribadian anak SMA yang cenÂÂderung banÂdel. ApaÂlagi dalam meÂnangani perselisihan tidak bisa meÂmaÂkai emosi.
“Mereka terkadang nggak bisa dilawan pakai omongan. MungÂkin dilaÂwan dengan fisik lebih cepat panasnya. Jadi, (saat itu) wartawan harus pakai logiÂka bukan emosi,†ujarnya.
Indah Dewi Pertiwi, Yang Salah Provokatornya
Sebagai orang yang cinta daÂmai, Indah Dewi Pertiwi keÂcewa dengan insiden peÂngaÂniaÂyaan oknum siswa SMA 6 terÂhadap sejumlah wartawan. Apalagi insiden itu memalukan karena melibatkan dua pihak yang berbeda jauh bagi dari segi umur maupun pekerjaan.
“Aku kurang suka yang berÂanÂtem-berantem, apalagi tawuran. Terus, agak aneh juga ada keroyokan antara wartaÂwan dan pelajar. Udah janggal dan nggak etis juga,†ujar Indah.
Menurutnya, siswa SMA 6 adalah pelajar. Mestinya tugas para siswa adalah belajar yang baik dan menghindari aksi kekerasan. Sebaliknya, para wartawan bertugas mencari berita. Alhasil, kedua belah pihak harusnya tidak saling terprovokasi.
“Kalau memang ada masaÂlah ya diselesaikan baik lah. Kan ada kepala sekolah, pihak keamanan dan juga perwakiÂlan dari siswa atau wartawan. Jadi ngapain kepancing provoÂkasi dan harus saling bentrok. Yang salah itu provoÂkatorÂnya,†papar pelantun Baru Aku Tahu Cinta Itu Apa.
Indah tidak mau menuding pihak mana pun yang dianggap bersalah. Pastinya, baik siswa SMA 6 mau pun wartawan tidak mau disalahkan dan meÂraÂsa dirugikan dari insiden itu.
“Aku nggak tau siapa yang salah. Saat ini pasti saling salah-salahan dan merasa paÂling benar. Polisi baiknya menengahi dan menuntaskan maÂsalah itu secara hukum atau apa lah aku nggak tahu,†sarannya.
Sambil menunggu hasil peÂnyeÂlidikan kepolisian, Indah berharap jangan ada lagi pihak ketiga memperkeruh suasana.
“Di sini belum ada pemeÂnangÂnya. Tergantung kebeÂnaranÂnya dari penyelidikan lebih dalam oleh kepolisian. Semua kejadian harus dilihat utuh siapa yang memulai dan dalangnya siapa aja.â€
Bekas personil Mahadewi ini mengingatkan pihak SMA 6 dan wartawan agar duduk berÂsama untuk mencari solusi yang adil.
“Kalau ada sesuatu apa pun dibicarakan dengan baik-baik. Jangan pakai kepala panas, harus dengan hati yang dingin. Yang satu dari kalangan pelajar, yang lainnya wartawan yang sedang tugas. Jangan sampai ada pertengkaran lagi, pokokÂnya cari penyelesaikan agar saling win-win solution,†pungÂkasnya.
Yeyen Lidya, Sekolahnya Kena Sanksi Moral
Aksi penganiayaan oknum sisÂwa SMA 6 sudah mencoreng duÂnia pendidikan tanah air. KaÂrenaÂnya, artis seksi Yeyen Lidya berÂharap polisi bisa berperan menunÂtaskan kasus tersebut,
“Agar tidak terulang lagi, harus ada sanksi yang tegas bagi siapa yang bersalah. Baik dari pelajarnya atau pun dari wartaÂwan,†kata Yeyen.
Meskipun pelajar yang terlibat masih di bawah umur, katanya tetap harus diberikan sanksi. Artis seksi ini khawatir jika tidak ada penyelesaian, akan ada tawuran di sekolah lain karena meniru tawuran di kawasan Blok M Jakarta ini.
“Nggak apa-apa mereka beruÂrusan dengan polisi. Meskipun di baÂwah umur mereka harus memÂpertanggungjawabkan perbuatan mereka. Kejadian inikan disorot, kalau dibiarkan takutnya ditiru sekolah lain,†harap pemain film Cinlok ini.
Apakah sekolah perlu diberiÂkan sanksi? Menurut dia, mesÂkipun sekolah yang bersangkutan tidak diberikan sanksi, sekolah yang siswanya sering tawuran sudah otomatis mendapatkan sanksi moral dari masyarakat.
“Tak usah diberi sanksi juga tak masalah. Sekolah yang sering tawuran, sudah mendapat cap jelek di masyarakat. Orang tua juga jadi pikir panjang memaÂsukkan anaknya ke seÂkolah yang sering tawuran,†seloÂrohnya.
Selain karakter siswa, YeÂyen melihat seringnya taÂwuran yang dilakukan oleh siswa-siswa itu meruÂpakan tradisi dari angÂkatan seÂbelumnya yang seÂring diÂperkeruh deÂngan keÂhaÂdiran alumni seÂkolah terÂsebut jika sedang taÂwuran.
“Kayaknya kaÂrena piÂhak ketiga. KaÂdang alumÂÂni yang memÂÂÂperÂkeÂruh siÂtuaÂsi,†jelasÂnya.
Senior, samÂbungÂÂÂÂnya, seperÂtinya juÂga mengÂintimiÂdasi para juniornya.
“Misalnya saÂkit hati deÂngan sekoÂlah lain itu keÂmudian dituÂrunÂkan,†kataÂnya. [rm]
< SEBELUMNYA
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.