Hal tersebut disampaikannya saat menjadi narasumber dalam Seminar Nasional bertema Risiko Hukum Digitalisasi Koperasi yang diselenggarakan Forkopi dan Kospin Jasa di Pusdiklat Kospin Jasa, Pekalongan Timur, Kota Pekalongan, Sabtu, 13 Desember 2025.
“Revolusi digital bukan sekadar perubahan teknologi, melainkan proses transformasi manusia dan organisasi menjadi lebih adaptif, cerdas, dan responsif terhadap perubahan,” kata Ramli dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta.
Ia menjelaskan bahwa dunia telah melewati sejumlah fase peradaban informasi, mulai dari era print hingga era post-generative AI, yang secara signifikan mengubah cara manusia mengakses dan menggunakan informasi.
Perubahan tersebut turut menggeser paradigma kecerdasan manusia di era digital.
“Di masa lalu, orang pintar identik dengan kemampuan menghafal. Namun di era digital saat ini, paradigma tersebut telah bergeser secara drastis,” jelasnya.
Menurut dia, keunggulan manusia saat ini bukan lagi pada hafalan atau deep work, melainkan pada kemampuan berpikir kritis dan adaptif.
“Orang pintar di era digital bukan lagi ‘si penghafal’, melainkan si pencari cara, si penanya yang cerdas, si penentu arah, dan si adaptif terhadap perubahan,” ungkapnya.
Dalam konteks kelembagaan, Prof. Ramli menegaskan bahwa organisasi, termasuk koperasi, dihadapkan pada pilihan yang tegas.
“Pilihan organisasi saat ini hanya dua: bertransformasi atau terdisrupsi,” tegasnya
Ia menekankan bahwa koperasi sebagai motor ekonomi rakyat tidak dapat lagi bertahan dengan pola lama.
“Koperasi sebagai motor ekonomi rakyat tidak bisa lagi bertahan dengan cara lama. Digitalisasi menjadi keharusan, bukan pilihan,” tuturnya.
Prof. Ramli juga menyoroti besarnya potensi koperasi dalam ekosistem ekonomi digital nasional. Namun, ia mengingatkan bahwa tanpa transformasi, peluang tersebut akan hilang.
“Jika tidak segera bertransformasi, pasar digital Indonesia akan terus dikuasai oleh pemain asing,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: