Pakar Bantah Isu Campuran Etanol di Pertalite Penyebab Motor Brebet di Jatim

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/bonfilio-mahendra-1'>BONFILIO MAHENDRA</a>
LAPORAN: BONFILIO MAHENDRA
  • Jumat, 31 Oktober 2025, 11:25 WIB
Pakar Bantah Isu Campuran Etanol di Pertalite Penyebab Motor Brebet di Jatim
Diskusi Publik “1 Tahun Prabowo–Gibran: Sudah Berdaulatkah Kita Dalam Energi?” yang diselenggarakan Forum Jurnalis Yogyakarta pada Kamis, 30 Oktober 2025 (Foto: Dokumentasi Forum Jurnalis Yogjakarta)
rmol news logo Isu mengenai pencampuran etanol 10 persen (E10) pada bahan bakar jenis Pertalite dituding menjadi penyebab utama sejumlah kasus motor 'brebet' hingga mogok massal di beberapa wilayah Jawa Timur, termasuk Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan.

Dugaan tersebut dibantah tegas oleh Pakar Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi. Bantahan ini disampaikannya dalam Diskusi Publik “1 Tahun Prabowo–Gibran: Sudah Berdaulatkah Kita Dalam Energi?” yang diselenggarakan Forum Jurnalis Yogyakarta pada Kamis, 30 Oktober 2025.

“Saya rasa enggak benar ya. Jadi yang sekarang ini itu menggunakan E5 sebenarnya bukan Pertalite, tapi Pertamax Green dengan campuran etanol 5 persen. Rencananya akan naik jadi 10 persen. Pertalite saya kira tidak (menggunakan etanol),” tegas Fahmy.

Fahmy melanjutkan, klaim kerusakan pada sejumlah motor setelah mengisi BBM bersubsidi perlu dibuktikan melalui uji laboratorium untuk mengetahui penyebab pastinya.

Meskipun demikian, Fahmy mendukung program pemerintah untuk menerapkan BBM dengan campuran etanol (E10) dalam upaya menuju energi bersih.

Namun, ia juga meminta pemerintah untuk tetap menyediakan BBM tanpa campuran etanol, memastikan konsumen memiliki pilihan.

“Saya mendukung E10, tapi jangan diwajibkan semua BBM dicampur etanol. Jangan sampai konsumen tidak punya pilihan,” kata Fahmy.

Senada dengan Fahmy, Prof. Wahyudi Kumorotomo, Guru Besar Kebijakan Publik UGM, menyatakan bahwa isu campuran etanol pada Pertalite adalah informasi yang menyesatkan.

Bahkan, Wahyudi menduga kuat bahwa isu tersebut berpotensi dimainkan oleh pihak tertentu yang merasa kepentingannya terganggu, terutama pihak yang terlibat dalam rantai impor migas.

“Saya melihat kemungkinan besar itu ada orang-orang yang merasa diganggu kepentingannya di antara mafia gas atau mafia minyak, itu yang kemudian melawan balik. Mereka bisa mengerahkan buzzer, membayar miliaran sehari juga kuat,” ujar Wahyudi. rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA