Pertama, sikap hati-hati Federal Reserve Amerika Serikat (AS) yang menunda pelonggaran suku bunga. Kedua, lonjakan harga minyak dunia akibat sanksi terbaru terhadap Iran dan kebijakan pemangkasan produksi dari OPEC+.
"Kombinasi ini menciptakan tekanan ganda terhadap stabilitas nilai tukar, inflasi energi, serta keseimbangan fiskal Indonesia," kata Departemen Ekonomi Universitas Andalas Profesor Syarifuddin Karimi dalam keterangam tertulisnya, Minggu 23 Maret 2025.
Syarifuddin mengatakan, Federal Reserve AS, melalui pernyataan Presiden Fed New York, John Williams, menegaskan bahwa kondisi suku bunga saat ini tetap relevan di tengah ketidakpastian kebijakan fiskal dan geopolitik di AS.
"Dengan inflasi yang masih belum sepenuhnya jinak, The Fed enggan menurunkan suku bunga secara terburu-buru," kata Syarifuddin.
Konsekuensinya, kata Syarifuddin, aliran dana global akan tetap condong ke aset dolar yang aman dan menguntungkan, serta meninggalkan
emerging markets seperti Indonesia dalam posisi rawan
capital outflow.
"Di tengah situasi ini, tekanan terhadap nilai tukar rupiah tak terhindarkan," tutup Syarifuddin.
BERITA TERKAIT: