Sejauh ini, Indonesia merupakan produsen utama komoditas tersebut. Sudah selayaknya Indonesia yang menjadi penentu patokan harga.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan, hal ini dilakukan karena dugaan adanya permainan terkait penentuan harga.
"Saya pastikan, untuk harga timah, harga batu bara, harga nikel, ke depan harus ditentukan oleh Pemerintah Republik Indonesia," kata Bahlil dalam dalam Green Initiative Conference 2024 di Jakarta, baru-baru ini.
Ia menegaskan hilirisasi adalah hal penting, termasuk dalam urusan batu bara. Adapun langkah strategis yang telah diambil adalah menghentikan ekspor bijih nikel atau ore nikel.
Keputusan itu dinilai telah memberikan dampak positif pada perekonomian Indonesia. Setelah menghentikan ekspor bijih nikel, Indonesia berhasil membangun smelter, yang meningkatkan nilai ekspor nikel secara signifikan.
"Kita menyetop ekspor ore nikel, nikel ini kan sekarang kan menjadi sebuah komoditas critical mineral. Kita dibawa ke WTO, tapi apa yang terjadi begitu kita membangun smelter," ungkap Bahlil.
Ia memaparkan, nilai ekspor Indonesia pada 2017-2018 adalah sebesar 3,3 miliar Dolar AS. Ia memastikan bahwa pada 2023-2024 nilai tersebut bertambah setidaknya menjadi 40 miliar Dolar AS.
Dengan nilai ekspor yang mencapai angka tersebut, Bahlil menyebut Indonesia akan mendapatkan pemasukan sekitar Rp600 triliun.
"Dan itu yang mengantarkan Indonesia sebagai eksportir industri hilirisasi nikel terbesar di dunia," ujarnya.
BERITA TERKAIT: